Bengkalis Riau,Tribuntipikor com
Pengelolaan Dana Desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Bukit Kerikil kian menuai tanda tanya besar. Sejumlah data dan daftar pertanyaan resmi yang beredar di ruang publik menunjukkan adanya dugaan ketidakberesan dalam penggunaan Dana Desa dan Dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sejak tahun 2019 hingga 2025.
Berlandaskan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang Desa, serta Peraturan Gubernur Riau Nomor 38 Tahun 2019, pemerintah desa sejatinya wajib membuka informasi secara transparan kepada masyarakat. Namun hingga kini, sejumlah persoalan strategis justru belum mendapatkan penjelasan resmi.
Salah satu sorotan paling krusial adalah proyek pembangunan SPBU Mini melalui BUMDes yang dilaporkan terbengkalai dan gagal beroperasi. Publik mempertanyakan bagaimana proses perencanaan proyek tersebut dilakukan, berapa besar modal yang dikucurkan dari Dana Desa, serta ke mana aliran anggaran tersebut bermuara. Lebih jauh, belum jelas siapa pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan proyek yang seharusnya menjadi sumber pendapatan desa itu.
Tak berhenti di situ, pengelolaan BUMDes secara keseluruhan juga dipertanyakan. Mulai dari tahun berdiri, bidang usaha yang dijalankan, besaran modal dari tahun 2019 hingga 2025, hingga siapa saja yang menjabat sebagai direktur, sekretaris, dan pengawas BUMDes Desa Bukit Kerikil. Ketiadaan informasi terbuka dinilai berpotensi menutup ruang pengawasan publik.
Penggunaan dana BUMDes dan Dana Desa untuk proyek infrastruktur seperti jalan semenisasi dan Blokover juga memicu tanda tanya. Lokasi proyek, nilai anggaran, serta hasil pekerjaan diminta dibuka secara rinci, mengingat proyek-proyek tersebut menggunakan uang negara yang bersumber dari APBN.
Aspek lain yang tak kalah sensitif adalah penggunaan Dana Desa pada masa pandemi COVID-19 tahun 2020 hingga 2022. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk penanganan dampak darurat pandemi kini dipertanyakan pertanggungjawabannya. Hingga saat ini, laporan rinci penggunaan dana COVID-19 tersebut belum disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.
Yang lebih serius, muncul dugaan adanya pungutan liar terhadap angkutan kayu milik PT Arara Abadi dan PT SPA pada tahun 2024, dengan nilai disebut mencapai Rp10.000 per ton. Dugaan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kewenangan, dasar pungutan, serta pihak-pihak yang diduga terlibat. Jika benar terjadi, praktik tersebut berpotensi melanggar hukum dan mencederai tata kelola pemerintahan desa.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu organisasi kemasyarakatan bahkan telah melayangkan surat somasi dari organisasi kemasyarakatan bidik tipikor propinsi Riau, kepada Pemerintah Desa Bukit Kerikil terkait penggunaan Dana Desa dan Dana ke uangan khusus(BKK). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban resmi ataupun klarifikasi dari pihak pemerintah desa.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa belum dijalankan sebagaimana mestinya. Publik kini menunggu sikap tegas dari Pemerintah Desa Bukit Kerikil untuk membuka data dan memberikan penjelasan secara jujur dan terbuka.
Tim Investigasi,menegaskan bahwa pemberitaan ini bertujuan untuk kepentingan publik dan membuka ruang klarifikasi seluas-luasnya. Pemerintah Desa Bukit Kerikil, pengurus BUMDes, serta pihak-pihak terkait lainnya dipersilakan memberikan hak jawab agar informasi yang diterima masyarakat juga dengan awak Tim investigasi supaya di pemberitaan tetap berimbang. dan ikuti berita selanjutnya.
Penulis: Tim Investigasi/ kaperwil, Riau





