Tokoh Pemuda Marhaen Jawa Barat Tekankan Reformasi Tata Kelola Air Lereng Ciremai demi Kedaulatan Pertanian dan Ekonomi Rakyat

Kuningan |Tribun TIPIKOR.com

Pengelolaan sumber daya air di Lereng Gunung Ciremai dinilai menjadi faktor kunci dalam menjaga ketahanan ekonomi masyarakat, khususnya sektor pertanian di wilayah Kuningan dan sekitarnya. Sejumlah tokoh masyarakat menekankan perlunya penataan ulang tata kelola air agar tetap berpijak pada prinsip konservasi, keberlanjutan, dan keadilan sosial.

Iwa Gunawan menyampaikan bahwa fondasi ekonomi masyarakat pedesaan bertumpu pada sistem irigasi yang sehat dan berfungsi optimal. Menurutnya, air seharusnya diprioritaskan untuk mendukung pertanian sebagai sumber penghidupan utama, sebelum dialokasikan untuk kebutuhan lain seperti air minum dan pengembangan pariwisata.

“Ketika pertanian kuat dan pengelolaan air berjalan semestinya, maka pengembangan sektor lain, termasuk pariwisata, dapat tumbuh secara harmonis dan saling menguatkan,” ujarnya.

Ia menilai, tantangan yang muncul saat ini bukan semata persoalan pembangunan, melainkan ketidakseimbangan dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya alam. Berbagai peristiwa bencana hidrometeorologi di sejumlah daerah, kata dia, menjadi pengingat pentingnya menjaga kawasan resapan air dan fungsi konservasi hutan.

Iwa Gunawan, Tokoh Pemuda Marhaen Jawa Barat, yang menyoroti pentingnya kebijakan pembangunan daerah yang berpihak pada pertanian rakyat. Ia menegaskan bahwa kawasan konservasi dan daerah resapan air seharusnya dikelola untuk meningkatkan produktivitas masyarakat sekitar tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.

“Pengembangan irigasi yang terencana akan berdampak langsung pada peningkatan produktivitas petani. Dari sana, kesejahteraan masyarakat dapat tumbuh secara berkelanjutan,” kata Iwa.

Ia juga mengingatkan bahwa pengembangan pariwisata idealnya dilakukan dengan pendekatan non ekspansif, yakni tidak menghilangkan lahan pertanian produktif dan tidak merusak sistem irigasi yang telah menopang kehidupan masyarakat selama puluhan tahun.

Kondisi di sejumlah wilayah penyangga Ciremai, termasuk Palutungan dan sekitarnya, disebut perlu mendapatkan perhatian serius. Munculnya bangunan permanen di kawasan yang sebelumnya dibatasi untuk kegiatan non permanen dinilai berpotensi menggeser fungsi ekologis dan sosial kawasan tersebut.

Menurut Iwa, keseimbangan antara pertanian, konservasi, dan pariwisata hanya dapat terwujud melalui tata kelola yang transparan, partisipatif, dan berpijak pada kepentingan jangka panjang masyarakat.

“Air harus ditempatkan sebagai sumber kehidupan bersama. Dengan kebijakan yang tepat, sumber daya ini dapat menjadi penggerak kesejahteraan, bukan pemicu kerentanan sosial,” pungkasnya.

| andri hdw |

Pos terkait