Jual Beli Jabatan di Bandung: Dua Tersangka Muncul, Pertanyaan Publik Mengarah ke Wali Kota dan Kepala Dinas

Bandung Tribun Tipikorcom Penetapan dua tersangka dalam kasus dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung justru membuka babak baru pertanyaan publik. Alih-alih meredakan kegaduhan, langkah hukum tersebut dinilai baru menyentuh permukaan dari praktik yang diduga telah berlangsung secara sistematis dan terstruktur.

Dua nama yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rendiana Awangga, seorang kader partai politik, dan Erwin, Wakil Wali Kota Bandung, memantik sorotan luas. Namun di balik itu, muncul pertanyaan yang kian menguat: apakah praktik jual beli jabatan ini hanya berhenti pada dua aktor tersebut, atau ada jejaring kekuasaan yang belum tersentuh hukum?

Ketua LSM TRINUSA DPD Jawa Barat, Kang Ait, secara tegas menyebut penanganan perkara ini berpotensi timpang apabila aparat penegak hukum tidak berani menarik benang hingga ke pusat pengambilan keputusan.

“Publik berhak bertanya secara kritis. Jika yang ditetapkan tersangka hanya perantara dan wakil kepala daerah, lalu di mana posisi Wali Kota Bandung dalam perkara ini? Apakah proses mutasi dan promosi jabatan bisa berjalan tanpa sepengetahuan pimpinan tertinggi daerah?” ujar Kang Ait.

Menurutnya, mutasi dan promosi jabatan dalam struktur birokrasi pemerintahan bukan proses administratif biasa. Seluruh keputusan strategis kepegawaian melewati rantai komando yang ketat dan terdokumentasi. Oleh karena itu, dugaan adanya transaksi uang dalam proses tersebut meniscayakan pemeriksaan menyeluruh terhadap pihak-pihak yang memiliki kewenangan final.

“Kami mendesak Kejari Kota Bandung untuk memanggil dan memeriksa Wali Kota Bandung. Ini bukan tuduhan, melainkan keharusan hukum demi menjamin proses penegakan hukum yang objektif dan tidak tebang pilih,” tegasnya.

Lebih jauh, Kang Ait menyoroti posisi para pejabat eselon dan kepala dinas yang diduga memperoleh jabatan melalui mekanisme transaksional. Ia menilai, apabila dugaan tersebut terbukti, maka status hukum jabatan para pejabat tersebut sesungguhnya bermasalah sejak awal.

“Fenomena jual beli jabatan bukan sekadar pelanggaran etik atau penyimpangan administrasi. Ini adalah tindak pidana korupsi yang secara hukum merusak keabsahan jabatan itu sendiri. Jabatan yang dibeli dengan uang berdiri di atas pondasi kejahatan, bukan legitimasi hukum,” katanya.

Dalam konteks hukum, Kang Ait menegaskan bahwa Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Tipikor secara eksplisit mengkualifikasikan suap dalam pengangkatan, mutasi, dan promosi jabatan sebagai tindak pidana korupsi. Pasal tersebut mengatur dua subjek hukum sekaligus: penerima suap yang memiliki kewenangan jabatan, serta pemberi suap yang mempengaruhi keputusan kepegawaian.

“Keduanya diancam pidana penjara dan denda berat. Tidak ada celah hukum untuk mengatakan bahwa praktik ini sekadar ‘kesalahan prosedur’. Ini kejahatan serius,” ujar Kang Ait.

Ia juga mengingatkan, apabila aparat penegak hukum berhenti pada level tertentu, maka publik akan menilai penanganan kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi selektif yang hanya menyasar aktor tertentu, sementara pemegang otoritas utama justru luput dari pemeriksaan.

“Penegakan hukum yang setengah hati justru akan memperkuat dugaan bahwa hukum masih tunduk pada kekuasaan. Padahal, kasus ini seharusnya menjadi pintu masuk pembenahan birokrasi dan pemutusan mata rantai korupsi jabatan,” ujarnya.

LSM TRINUSA DPD Jawa Barat, lanjut Kang Ait, akan terus mengawal perkara ini dan membuka kemungkinan melaporkan perkembangan kasus tersebut ke tingkat yang lebih tinggi apabila ditemukan indikasi penghentian penyelidikan secara prematur.

“Bandung tidak boleh menjadi contoh buruk pembiaran korupsi birokrasi. Jika negara serius memberantas korupsi, maka semua yang terlibat, tanpa kecuali, harus dimintai pertanggungjawaban hukum,” pungkasnya.

Budi Haryanto SE Wapemred

Pos terkait