Cirebon|Tribun TIPIKOR.com
Ketua Umum Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DANRI), Sultan Sepuh Cirebon KGSS Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., M.H., menilai rangkaian bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera telah memenuhi kriteria sebagai bencana nasional. Ia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil alih penanganan secara menyeluruh dan terkoordinasi.
Menurut Sultan Sepuh, dampak bencana yang meluas, tingginya jumlah korban, serta terganggunya sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah daerah telah terlampaui. Karena itu, negara wajib hadir dengan kekuatan penuh guna mencegah bertambahnya korban jiwa.
“Kerusakan yang terjadi tidak lagi bersifat lokal. Ini sudah menjadi persoalan nasional yang menuntut respons cepat dan terintegrasi dari pemerintah pusat,” ujar Sultan Sepuh, Minggu (7/12/2025).
Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat Jadi Wilayah Terparah
Berdasarkan laporan berbagai pihak, sedikitnya tiga provinsi mengalami dampak paling signifikan. Di Provinsi Aceh, tujuh kabupaten/kota dilaporkan mengalami kerusakan berat, yakni Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Subulussalam, dan Simeulue. Ribuan rumah rusak, infrastruktur vital terputus, serta distribusi bantuan terkendala akibat akses yang sulit.
Sementara itu, di Sumatera Utara, lima daerah terdampak parah meliputi Kabupaten Dairi, Karo, Langkat, Tapanuli Tengah, dan Mandailing Natal. Bencana di wilayah ini menyebabkan gelombang pengungsian, kerusakan fasilitas publik, serta terhentinya aktivitas ekonomi masyarakat.
Kondisi serupa juga terjadi di Sumatera Barat. Enam kabupaten/kota, yakni Agam, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Kota Padang Panjang, dan Kota Padang, menghadapi situasi darurat. Ribuan warga kehilangan tempat tinggal dan kini sangat membutuhkan bantuan pangan, layanan kesehatan, serta air bersih.
Sultan Sepuh mengungkapkan bahwa salah satu kepala daerah terdampak bahkan telah menyatakan ketidaksanggupannya menangani kondisi darurat yang ada. Bagi DANRI, pernyataan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa bencana ini berada di luar kapasitas daerah.
“Jika pemerintah daerah sudah menyatakan tidak mampu, itu merupakan peringatan serius bagi negara. Secara regulasi dan kajian ilmiah, status bencana nasional sudah selayaknya ditetapkan,” tegasnya.
Ia merinci sejumlah indikator yang menguatkan penetapan status bencana nasional, antara lain rusaknya permukiman secara masif, tingginya jumlah korban meninggal dan luka, lumpuhnya fasilitas kesehatan dan transportasi, hingga munculnya krisis kemanusiaan berupa kelangkaan pangan dan air bersih.
“Penundaan penanganan lanjutan hanya akan memperbesar risiko kematian. Setiap waktu sangat menentukan keselamatan warga,” kata Sultan Sepuh.
DANRI mendorong pemerintah pusat segera mengaktifkan komando nasional penanggulangan bencana melalui BNPB, serta melakukan mobilisasi TNI-Polri untuk evakuasi dan distribusi logistik. Selain itu, pendirian rumah sakit lapangan, dapur umum, dan hunian sementara dinilai mendesak untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi.
Tak hanya penanganan darurat, Sultan Sepuh juga menekankan pentingnya langkah pemulihan ekonomi jangka pendek agar masyarakat terdampak dapat kembali bertahan hidup pascabencana.
Menutup pernyataannya, Sultan Sepuh menegaskan bahwa penanganan bencana harus ditempatkan sebagai agenda kemanusiaan di atas kepentingan apa pun.
“Ini bukan soal politik. Ini tentang menyelamatkan manusia anak-anak, perempuan, dan para lansia yang saat ini bergantung pada kehadiran negara. Penanganan cepat dan tepat adalah keharusan,” pungkasnya.
( andri hdw )





