Jakarta, Tribuntipikor Online _
5 Desember 2025 – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi salah satu kebijakan yang paling menyita perhatian publik. Banyak yang bertanya: ke mana sebenarnya dana MBG mengalir? Faktanya, dana ini tidak hilang, tidak tersumbat, dan tidak tenggelam di birokrasi. Justru sebaliknya — dana MBG dirancang untuk berputar kembali ke masyarakat, menggerakkan ekonomi lokal dan membangun fondasi gizi bangsa.
MBG Sebagai Mesin Ekonomi yang Berputar di Akar Rumput
Sejak awal, MBG tidak didesain sebagai program bantuan semata, tetapi sebagai ekosistem ekonomi–gizi yang saling menguatkan. Setiap rupiah yang dibelanjakan negara untuk MBG kembali ke rakyat dalam bentuk transaksi pangan lokal, perputaran pasar, dan peningkatan aktivitas ekonomi desa. Uang negara tidak berhenti di meja birokrasi — ia hidup di masyarakat.
Ribuan dapur komunitas, warung kecil, dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terlibat langsung. Setiap pembelian sayur dari petani desa, telur dari peternak, ikan dari nelayan kecil, hingga beras dari penyedia lokal adalah bukti konkret bahwa dana MBG kembali ke warga. Perputaran ini menciptakan apa yang dikenal sebagai multiplier effect, di mana satu rupiah negara dapat berputar berkali-kali di tengah masyarakat sebelum akhirnya kembali dalam bentuk peningkatan ekonomi.
Di banyak daerah, pelaksanaan MBG bahkan menghidupkan kembali pasar tradisional, menggairahkan UMKM kuliner, dan membuka lapangan kerja baru. Dulu, perputaran uang di desa kerap stagnan. Kini, dengan permintaan harian pangan bergizi, desa-desa mulai bergerak lebih dinamis dan produktif.
Peran Strategis BGN dan Kepemimpinan Kepala BGN dalam Tata Kelola Gizi Nasional
Di balik keberhasilan perputaran dana itu, Badan Gizi Nasional (BGN) menjadi aktor sentral. BGN memastikan seluruh proses berjalan berdasarkan standar, data, dan mekanisme yang jelas. Di bawah kepemimpinan Kepala BGN, pendekatan manajemen program dilakukan dengan gaya yang bersahaja namun tegas: transparan dalam anggaran, rapi dalam perencanaan, dan kuat dalam pengawasan internal.
Kepala BGN menegaskan bahwa dana MBG harus kembali ke masyarakat melalui jalur yang benar: pembelian bahan pangan lokal, pemberdayaan UMKM, dan pelibatan ribuan tenaga masak, pengangkut pangan, dan penyedia logistik. Setiap putaran uang dipetakan agar tetap di ekosistem rakyat, bukan tersedot ke struktur yang tidak produktif.
Lebih dari itu, BGN memandang gizi bukan hanya urusan perut, tetapi investasi jangka panjang bangsa. Dengan gizi yang baik, anak-anak lebih fokus belajar, ibu hamil lebih sehat, dan generasi mendatang tumbuh lebih kuat. Kepala BGN mengarahkan MBG sebagai gerakan sosial berskala nasional yang menata ulang masa depan kesehatan Indonesia.
Transparansi, Pengawasan, dan Masa Depan Ketahanan Gizi Indonesia
Karena dana MBG melibatkan banyak pihak, transparansi menjadi landasan mutlak. BGN bekerja bersama lembaga pengawas seperti KPK dan PPATK untuk memastikan tidak ada ruang bagi penyimpangan anggaran. Setiap alur pengeluaran dapat ditelusuri; setiap transaksi bisa diaudit. Komitmen ini memperkuat kepercayaan publik bahwa dana yang keluar memang kembali kepada rakyat.
Di berbagai wilayah, pemerintahan desa melaporkan peningkatan perputaran ekonomi setelah MBG berjalan. Kegiatan ekonomi yang sebelumnya lesu kini bergerak cepat, terutama karena rantai pasok pangan bergizi membuka peluang usaha baru. Artinya, MBG bukan sekadar program makan — ia adalah lokomotif ekonomi lokal.
Karena itu, tidak adil jika MBG dipandang sebagai program yang hanya menghabiskan anggaran. Ia adalah investasi sosial–ekonomi, yang manfaatnya panjang dan melampaui laporan tahunan. Dana MBG mengalir kembali ke rakyat dalam bentuk gizi, peluang usaha, aktivitas ekonomi, dan pendapatan keluarga meningkat. Ini bukan beban negara — ini pemicu pertumbuhan.
Pada akhirnya, MBG membuktikan bahwa uang negara dapat kembali ke rakyat dengan cara yang lebih manusiawi, lebih strategis, dan lebih produktif. Dengan arahan BGN dan kepemimpinan Kepala BGN yang visioner namun tetap bersahaja, dana MBG menjadi kekuatan yang membangun kesehatan, penghidupan, dan masa depan generasi Indonesia.
Oleh : Ari Supit
Ketua Divisi Humas dan Kerjasama
Asosiasi Pengajar dan Dosen Ketahanan Nasional (APTANNAS)
(Redaksi)





