Ulat Pada Makanan Gegerkan SD Negeri Cibodas, Pengawasan MBG Dapur 21 Dipertanyakan — Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN Desak Tindakan Tegas

Majalengka, Media Tribun Tipikor


Sebuah insiden serius kembali mencoreng pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Majalengka. Ulat ditemukan dalam makanan yang dibagikan kepada siswa SD Negeri Cibodas, memicu kepanikan orang tua, guru dan masyarakat. Insiden ini bukan sekadar kelalaian, tetapi mengarah pada dugaan kuat adanya kegagalan sistemik dalam pengawasan MBG Dapur 21 Kabupaten Majalengka.

Makanan yang semestinya menjadi sumber gizi bagi anak-anak justru berubah menjadi potensi bahaya kesehatan. Insiden ini menunjukkan bahwa standar kebersihan, sanitasi dan kontrol kualitas diduga tidak berjalan sesuai ketentuan, meski anggaran besar telah digelontorkan dan SOP diklaim ketat.

Muncul pertanyaan besar dari masyarakat. Bagaimana insiden seberat ini dapat terjadi di dapur yang mengklaim standar tinggi ?”
Kegagalan mendasar seperti munculnya ulat dalam makanan menjadi bukti bahwa pengawasan tidak berjalan efektif.

Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN,
Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM., mengecam keras lemahnya kontrol dan menilai insiden ini tidak boleh dianggap remeh.

“Sebaiknya Bupati dan Sekda Kabupaten Majalengka segera turun tangan dan kalau insiden itu benar, maka tindak tegas Dapur 21 tersebut. Kalau perlu ditutup, agar menjadi pelajaran bagi dapur-dapur MBG yang lain,” tegas Aceng.

Pernyataan tersebut menekankan bahwa insiden ini telah mengguncang kepercayaan publik. Pemerintah dituntut tidak sekadar memberi teguran, tetapi melakukan tindakan nyata dan transparan.

Secara struktur, dapur MBG wajib menjalankan pengawasan internal melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terdiri dari ahli gizi, kepala dapur serta petugas sanitasi. Semua unsur ini memiliki tanggung jawab kritis memastikan makanan aman sebelum dibagikan.

Dapur MBG juga berada di bawah supervisi resmi Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan dan BPOM. Artinya, insiden ulat dalam makanan seharusnya tidak mungkin terjadi jika seluruh prosedur berjalan.

Namun kenyataannya, insiden ini tetap muncul. Bagaimana ulat bisa berada dalam makanan yang sudah melewati proses pengawasan berlapis ?”
Pertanyaan ini menuntut jawaban dan penyelidikan mendalam. Dugaan kelalaian pada tahapan pengadaan bahan, penyimpanan, kebersihan dapur, proses memasak hingga distribusi kini tak terhindarkan.

Aceng menilai insiden ini harus menjadi momentum pembenahan total. Ia mendorong pemeriksaan menyeluruh dan penindakan tegas kepada dapur yang terbukti lalai.

Ia juga mengajak publik untuk ikut mengawasi jalannya program.

“Orang tua dan masyarakat harus aktif memantau dan melaporkan jika ada kelalaian dalam program MBG. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban kelalaian,” ujarnya.

Insiden di SD Negeri Cibodas menjadi alarm besar bagi Pemerintah Kabupaten Majalengka. Pemeriksaan langsung ke seluruh dapur MBG harus segera dilakukan. Bila ditemukan kelalaian berulang, akan menjadi dasar ke penutupan operasional dapur. Terutama MBG Dapur 21 Kabupaten Majalengka harus menjadi opsi tanpa tawar-menawar.

Tanpa tindakan cepat dan tegas, ribuan siswa tetap berisiko menerima makanan tidak layak konsumsi. Dampaknya tidak hanya pada reputasi pemerintah, tetapi menyangkut keselamatan dan masa depan anak-anak Majalengka.

(Wartawan : Ivan Afriandi)

Pos terkait