*Bandung Media Tribun Tipikorcom Rencana pembangunan gerbang masuk Gedung Sate yang diinisiasi Gubernur Jawa Barat, *Dedi Mulyadi*, menuai polemik tajam dari Ketua Trinusa DPD Jawa Barat, *Ait M. Sumarna**. Proyek senilai *Rp3,9 miliar* itu dinilai tidak urgen, tidak bernapas budaya Sunda, dan berpotensi menjadi pemborosan anggaran di tengah minimnya biaya perawatan cagar budaya.
Ait menyoroti bahwa di tengah alokasi anggaran perawatan cagar budaya yang hanya Rp126 juta pada Tahun Anggaran 2026, pemerintah justru memprioritaskan pembangunan gerbang baru Gedung Sate—ikon pemerintahan Jabar yang memiliki nilai historis tinggi.
“Anggaran perawatan cagar budaya saja sangat kecil. Masih banyak persoalan budaya dan heritage yang lebih urgen di Jawa Barat. Mengapa justru gerbang baru yang diutamakan?” ungkap Ait.
Pertanyakan Relevansi Candi Bentar dengan Kasundaan
Kritik paling keras muncul dari pilihan ornamen Candi Bentar sebagai sentuhan utama desain gerbang. Menurut Ait, elemen arsitektur tersebut tidak merepresentasikan identitas budaya Sunda yang seharusnya menjadi wajah utama kawasan pemerintahan Jawa Barat.
“Apa hubungan Candi Bentar dengan budaya Kasundaan? Penanda wilayah itu semestinya murni berasal dari budaya Sunda, bukan unsur luar. Jawa Barat punya warisan arsitektur yang khas dan sangat kaya,” tegasnya.
Ait menilai gerbang masuk seharusnya menjadi simbol penyambutan yang mencerminkan keramahan Sunda, baik dari sisi bentuk maupun makna. Ia mengusulkan penggunaan simbol-simbol yang akrab dalam tatanan budaya lokal, seperti ornamen ukiran Sunda, simbol kujang, aksara Sunda, hingga bentuk atap tradisional *julang ngapak atau capit gunting yang telah menjadi identitas arsitektur Tatar Pasundan sejak masa kolonial hingga kini.
Dukung Ide, Tapi Harus Selaras Dengan Budaya Sunda
Meski melayangkan kritik keras, Ait menegaskan bahwa dirinya tidak menolak gagasan Gubernur Dedi Mulyadi secara keseluruhan. Ia justru mengapresiasi inisiatif pembenahan kawasan Gedung Sate, selama dilakukan dengan riset kebudayaan yang matang dan tetap setia pada akar budaya Sunda.
“Saya mendukung inisiatif Pak Gubernur. Tapi harus sinkron dengan seni dan budaya Sunda asli. Jangan sampai penanda wilayah pemerintahan Jawa Barat kehilangan jati dirinya,” ujarnya.
Gedung Sate dan Tantangan Pelestarian Identitas
Sebagai bangunan bersejarah, Gedung Sate telah lama menjadi simbol Jawa Barat. Namun, menurut pemerhati budaya, setiap elemen tambahan pada kawasan ikonik tersebut seharusnya melalui kurasi estetika dan budaya yang ketat. Jangan sampai penambahan elemen baru justru mengaburkan karakter heritage yang selama ini dirawat dan dihormati.
Polemik ini memperlihatkan dua tantangan besar: pelestarian budaya Sunda dalam pembangunan ruang publik modern serta prioritas anggaran yang sensitif dalam konteks perawatan cagar budaya.
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah provinsi belum memberikan penjelasan detail mengenai alasan pemilihan konsep Candi Bentar dan urgensi proyek tersebut. Publik kini menunggu sikap resmi Pemprov Jabar dalam merespons kritik yang berkembang.
Budi Haryanto Wapemred





