Tersorot Publik, Antrean BBM di Jatirogo Tuban,Pengawas, APH dan Pengelola Distributor Dipertanyakan.

Fenomena ini memunculkan dugaan kuat publik adanya penyelewengan BBM bersubsidi.

TUBAN Jatim, tribuntipikor.com // Antrean panjang kendaraan roda empat kali ini kembali terjadi lagi di wilayah Kabupaten Tuban Jawa Timur. Di jalur lintas Kabupaten, antara Bojonegoro–Tuban, tepatnya di depan SPBU Jatirogo, Tuban.

Terlihat dilokasi ada puluhan meter ratusan kendaraan mengular, mulai truk, kendaraan pribadi, hingga angkutan umum, menunggu pasokan solar yang semakin sulit didapat.

Kejadian antrian panjang ini, bertempat di SPBU Jatirogo dengan nomor SPBU 5462309 terpantau mulai dari senin pagi hingga menjelang sore hari tanggal 03/11/2025.

Padahal, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melalui Surat Keputusan Nomor 66/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2024 telah menetapkan kuota nasional Pertalite sebanyak 31,1 juta kiloliter (kL) dan biosolar 17,3 juta kL untuk tahun 2025.

Artinya, secara nasional tidak ada pengurangan kuota. Namun di lapangan, sejumlah SPBU justru mengalami kekosongan stok.

Keterangan dari operator SPBU yang tidak berkenan disebut namanya mengungkapkan bahwa, kelangkaan Bahan Bakar Minyak BBM jenis solar ini terjadi sudah satu minggu lebih.

“Sudah satu mingguan pak, kelangkaaan stok BBM jenis solar ini terjadi.” Ungkapnya.

Minimnya transparansi dan lemahnya pengawasan membuat publik curiga bahwa kelangkaan solar bukan akibat keterlambatan distribusi, melainkan hasil permainan oknum di tingkat SPBU maupun transporter.

Sejumlah pengamat energi menilai persoalan ini bukan kejadian spontan, melainkan pola sistematis yang sudah berlangsung lama.

“Stok subsidi sering ditahan lalu dijual diam-diam kepada industri dengan harga non-subsidi. Ini permainan lama, dan terus dibiarkan,” ujar Wibowo, pengamat energi.

Ia menegaskan, aparat penegak hukum (APH) dan lembaga pengawasan migas tidak boleh hanya muncul saat kamera menyala.

“APH jangan hanya gagah saat sidak untuk bahan pemberitaan. Kita butuh penegakan hukum nyata. Jika terbukti SPBU menyelewengkan BBM subsidi, cabut izinnya dan proses pidana,” tegasnya.

Disisi lain, salah seorang supir truk bernama Taslam warga Semanding Tuban yang saat itu juga ikut ngantri, ketika di konfirmasi oleh awak media ini, menyampaikan bahwa ia sudah dari tadi siang ngantri dan dimungkinkan baru bisa mengisi solar nanti malam karena kendaraan yang lain sudah ngantri dari kemarin pagi.

“Kalau saya ngantrinya dari tadi siang sekitar jam 11an pak, ya.! Mungkin nanti malam baru bisa isi solar, karena yang lain sudah ngantri dari kemarin pagi.” Ungkapnya.

Menurut sopir yang lain, tampaknya akar persoalan terletak pada lemahnya pengawasan sistem digitalisasi BBM yang seharusnya mampu melacak pergerakan bahan bakar dari depot hingga SPBU.

“Digitalisasi belum efektif. Diduga banyak SPBU yang memanipulasi data. Sistem ini harus diaudit, dan perusahaan pengawasan distribusi juga ikut bertanggung jawab,” ujarnya.

Ia menambahkan, selama data distribusi tidak dibuka ke publik, celah permainan akan selalu ada.

“Data real-time distribusi BBM harus dibuka. Kalau terus gelap, mafia solar tetap hidup,” tegasnya.

Publik menilai selama ini kebijakan masih bersifat reaktif.

“Biasanya kalau sudah ramai di media baru bergerak. Begitu reda, kasus ikutan hilang.

Tak mau ketinggalan, Sopir kendaraan pribadi yang juga tidak berkenan dipublikasikan identitasnya mengungkapkan bahwa, antrean panjang yang terus berulang dinilai menjadi simbol ketidakberdayaan negara menghadapi mafia energi.

Selama pengawasan distribusi hanya berbasis laporan administratif tanpa audit lapangan, penyimpangan akan terus terjadi setiap tahun.

“Kalau negara terus kalah oleh mafia solar, rakyat kecil yang antre berjam-jam hingga berhari-hari inilah yang jadi korban.” Ungkaonya dengan nada kecewa.

Warga mendesak BPH Migas, Pertamina Patra Niaga, dan aparat hukum segera turun tangan membersihkan dugaan praktik penyelewengan BBM bersubsidi di wilayah Tuban dan sekitarnya. (Swd)

Editorial: Korwil Jatim

Pos terkait