Usai Jalan WR. Supratman, Kini Proyek Drainase Jalan Panglima Polim Juga Jadi Sorotan Tajam Publik

Sugeng: Kejadian ini harus jadi pelajaran bahwa Proyek pemerintah bukan sekadar membangun fisik tapi juga membangun kepercayaan rakyat. Langkah konkret dengan segera melakukan audit independen serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melanggar

Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com // Proyek pembangunan saluran drainase di Jalan Panglima Polim, Kecamatan Bojonegoro, Jawa Timur, kini tengah menuai kritik tajam banyak publik. Pasalnya insiden kecelakaan yang menimpa seorang siswi SMKN 1 Bojonegoro pada Selasa (28/10/2025) menjadi pemicu kemarahan warga, setelah korban terjatuh ke dalam galian proyek yang minim pengamanan.

Gelombang protes pun tampaknya semakin meluas setelah muncul lagi adanya dugaan pelanggaran tentang spesifikasi teknis serta kerusakan jalan akibat aktivitas alat berat di lokasi.

Diketahui: Proyek drainase Jalan Panglima Polim senilai Rp10,19 miliar ini bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2025 dan dimenangkan oleh CV. Aisyah 27, beralamatkan di Dusun Bangilan RT 10 RW 01, Desa Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Namun, beredar rumor di masyarakat bahwa pemilik CV bernama Andhita Risky Yulianti sebagai Direktur tersebut merupakan istri dari seorang pejabat Pegawai Kejaksaan Negeri Bojonegoro,

Meski belum terbukti, kabar ini yelah memunculkan berbagai pertanyaan publik terkait potensi konflik kepentingan dalam proses tender.

Sementara ini, kasus proyek drainase di Bojonegoro, kini tidak sekadar berbicara soal teknis konstruksi, melainkan juga menyangkut integritas, etika, dan tata kelola anggaran publik.

Menanggapi hal itu, Sugeng selaku Ketua LSM GMBI Wilter Jawa Timur, menilai bahwa kecelakaan tersebut sebagai bentuk kelalaian serius dari pihak kontraktor.

Ia menyebut galian proyek yang dibiarkan terbuka dan tergenang air, tanpa adanya police line atau rambu pengaman merupakan pelanggaran terhadap standar keselamatan kerja.

“Galian yang terbuka tanpa pengamanan jelas mengancam keselamatan masyarakat. Dan kami akan mengirim surat resmi kepada Bupati Bojonegoro untuk meminta penghentian sementara.” Ucap Sugeng

Pihaknya juga menyoroti tidak adanya papan informasi proyek, yang menurutnya telah mengabaikan prinsip transparansi publik sebagaimana diatur dalam regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Tak berhenti disitu, menurut Sugeng, pihak kontraktor diduga tidak menggunakan lantai dasar atau alas saluran sebelum memasang U-ditch. Padahal, komponen ini sangat penting untuk menjaga kestabilan konstruksi serta ketahanan drainase terhadap pergerakan tanah dan tekanan air.

“Tanpa lantai dasar, air limpasan bisa merembes ke bawah dan menyebabkan penurunan struktur. Akibatnya, U-ditch akan cepat retak dan rusak,” jelasnya.

Dan apabila dugaan ini benar, maka nilai manfaat proyek ini, akan berkurang jauh sebelum masa garansi berakhir.

Sejumlah warga sekitar Jalan Panglima Polim juga menyuarakan kekhawatiran mereka. Kenapa pemasangan U-ditch dilakukan tanpa pengurasan air yang ada di dasar galian, sehingga hal itu dinilai tidak sesuai dengan standar teknis konstruksi.

“Kalau air di dasar galian tidak dikuras dulu, bagaimana kualitasnya bisa terjamin? Alirannya nanti bisa tidak sesuai elevasi.” Ungkap warga yang enggan disebut namanya.

Warga dan Tokoh Masyarakat menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dari Pemkab Bojonegoro, terutama Dinas PU Cipta Karya yang dinilai belum tanggap terhadap keluhan masyarakat, agar proyek ini benar-benar memberikan manfaat bagi pengendalian banjir di wilayah kota Bojonegoro.

Hingga berita ini diunggah, dari pihak Dinas PU Cipta Karya Bojonegoro belum memberikan tanggapan atau keterangan terkait dugaan pelanggaran tersebut diatas (King/Tim)

Editorial: Solikin

Pos terkait