Beberapa pihak menduga, ada upaya penataan ulang peta kekuasaan di balik proses ini.
Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com //
Tanpa pelabuhan, puluhan paket pekerjaan konstruksi di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tampaknya kali ini bak seperti kapal yang terombang-ambing. Pasalnya ada sejumlah proses tender yang dibatalkan, sementara Rekomteknya juga tak kunjung terbit, disatu sisi tahun anggaran terus berjalan di ujung waktu. Apakah ini sekadar potret birokrasi yang gagap, atau isyarat adanya tata ulang kekuatan elit politik di balik layar.?
Setelah publik dikejutkan oleh pembatalan 47 paket tender proyek drainase senilai Rp45 miliar, kini sorotan publik beralih ke akar masalah yang lebih dalam, tentang lambannya penerbitan Rekomtek (rekomendasi teknis) dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo.
Padahal, Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 sudah tegas menyebutkan bahwa setiap kegiatan pembangunan di badan sungai wajib memenuhi standar teknis serta memperoleh izin rekomendasi dari pemerintah pusat demi keselamatan konstruksi dan kelestarian lingkungan. Akan tetapi realitas di lapangan jauh dari harapan.
Sumber internal mengungkapkan, dari puluhan paket proyek yang direncanakan tahun ini, baru lima yang berhasil memperoleh Rekomtek. Selebihnya masih tertahan di meja administrasi, sementara waktu terus bergulir dan tahun anggaran semakin menipis.
Menanggapi hal ini seorang Pengamat Kebijakan Publik (PKP) Kabupaten Bojonegoro saudara H. Wibowo mengungkapkan bahwa sesuai Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 itu sudah sangat jelas. Tidak ada alasan untuk mengabaikannya. Tegas H. Wibowo kepada awak media
Surat pembatalan tender bernomor 050/1851/412.205/2025, yang dikeluarkan oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya itulah indikasinya yang menjadi pemantik bara. Di balik bahasa administratif yang dingin, publik mulai mencium aroma politik dan tarik-ulur kepentingan. Terangnya.
Beberapa pihak menduga, ada upaya penataan ulang peta kekuasaan di balik proses ini, mulai dari re-setting proyek hingga pembentukan lingkar kendali baru di tubuh birokrasi teknis daerah.
Isu itu kian menguat setelah beberapa rekanan mengaku, mekanisme perencanaan dan validasi teknis tahun ini terasa “tidak seperti biasanya”.
Kali ini, publik Bojonegoro menunggu dua hal, apakah pemerintah daerah mampu menuntaskan kebuntuan teknis ini dengan cepat, atau justru membiarkan waktu menjadi hakim yang menyingkap siapa sesungguhnya yang bermain di balik meja proyek?
Lebih lanjut H. Wibowo menyampaikan, yang pasti, kepercayaan publik sedang diuji, bukan oleh angka miliaran rupiah dalam dokumen proyek, tetapi oleh integritas dan transparansi mereka yang duduk di kursi kekuasaan. Ungkapnya.
“Yang kita lihat saat ini justru cerminan ketidaksiapan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, tahun-tahun sebelumnya tidak pernah muncul persoalan sebesar ini, baik secara teknis maupun administratif, mengapa tahun ini justru banyak alasan yang berujung keterlambatan.?” Pungkasnya. (King/Tim)
Editorial: Solikin Korwil Jatim