BLORA Jateng, tribuntipikor.com //
Pembangunan proyek rehabilitasi fisik Balai Penyuluhan Kantor Bersama (KB) Kecamatan Sambong di Blora, Jawa Tengah yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Blora tahun 2025 kali ini semakin menjadikan Polemik dimasyarakat hingga menuai sorotan publik.
Bagaimana tidak.! Pekerjaan dengan alokasi anggaran senilai Rp. 354 juta sekian yang diketahui dikerjakan oleh rekanan CV Griya Putra Laksana itu, dari hasil tim investigasi awak media telah ditemukan sejumlah kejanggalan di lapangan.
Diantara kejanggalan tersebut salah satunya adalah pihak pelaksana telah memanfaatkan fasilitas milik Kantor Kecamatan Sambong yaitu listrik dan air.
Salah seorang mewakili pelaksana yang baru menggantikan mandor sebelumnya mengungkapkan bahwa bilamana listrik dan air pemakaiannya diambilkan dari Kantor Kecamatan oleh pelaksana sebelumnya bernama Fendi. Ujarnya.
“Sejak saya di sini memang listrik dan air menggunakan dan/atau penyalurannya dari Kantor Kecamatan ini mas.” Ucapnya.
Namun demikian, ketika Camat Sambong Sunarno dikonfirmasi mengenai hal tersebut, justru Camat memerintahkan anak buahnya bagian Kasi Kepegawaian, Sdri, Setyorini untuk memberikan keterangan.
Memang benar pekerjaan menggunakan fasilitas kantor, khususnya air dan listrik. Ucap rini sapaan akrabnya menirukan atasannya Camat.
Akan tetapi, penggunaannya diganti oleh pihak pelaksana, jelas Rini
Anehnya, hal itu tidak ada kejelasan terkait bukti penggantian atau pembayaran dari pihak pelaksana ke Kantor Kecamatan.
Lebih mirisnya lagi, terkait mutu material yang dipergunakan dalam pembangunan proyek tersebut patut juga dipertanyakan.
Pasalnya, selain persoalan pemakaian fasilitas instansi Kantor Kecamatan, terlihat mutu material yang digunakan juga menjadikan perhatian publik.
Tampak jelas dilokasi proyek, terlihat menggunakan material jenis pasir darat. Padahal, penggunaan pasir darat itu sendiri sudah menyalahi aturan dan tentu tidak sesuai dengan Rencana Anggaran dan Belanja (RAB) proyek.
sementara kualitas pasir darat diketahui jauh di bawah kualitas pasir Lumajang yang umum dipakai untuk pekerjaan konstruksi dengan standar mutu lebih baik.
Disisi lain, salah seorang pekerja di lokasi juga membenarkan hal tersebut. “Iya memang kami pakai pasir darat mas,” ujarnya dengan nada singkat.
Olehnya, dari sejumlah temuan tersebut, publik patut mempertanyakan kualitas dan transparansi proyek yang menggunakan dana pemerintah ratusan juta rupiah tersebut.
Apalagi, pembangunan proyek tersebut menyangkut fasilitas pelayanan masyarakat, sehingga sudah seharusnya dikerjakan sesuai aturan, standar mutu, dan prinsip akuntabilitas untuk jangka panjang. (Yn/tim)
Editorial: Solikin Korwil