Kabupaten Bekasi,pebayuran – tribun tipikor.com
Fakta baru terungkap dalam investigasi terkait pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bantarsari, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Ketua, Sekretaris, dan Bendahara BUMDes (KSB) tercatat secara resmi masing-masing dijabat oleh Saneng sebagai Ketua, Deri Drajat sebagai Sekretaris, dan Satim sebagai Bendahara. Namun dalam praktiknya, peran pengurus hanya dijadikan formalitas.
Ketua BUMDes Saneng mengaku, dirinya hanya dilibatkan di awal ketika mengurus administrasi, mulai dari pembuatan badan hukum, NPWP, hingga pembukaan rekening di Bank BJB. Setelah itu, seluruh dokumen resmi BUMDes tidak lagi berada di tangannya, melainkan dikuasai bendahara desa yang masih satu darah dengan Kepala Desa
“Saya hanya dilibatkan di awal untuk melengkapi administrasi. Setelah itu, semua SK, rekening, stempel, sampai NPWP dipegang oleh bendahara desa. Saya tidak punya akses lagi,” ungkap Saneng.
Ironisnya, ketika ia ditugasi mencari lokasi sawah untuk program ketahanan pangan, Saneng berhasil mendapatkan lahan seluas 5 hektar. Akan tetapi, pengelolaan sawah tersebut justru dikendalikan oleh H Isan, orang tua kepala desa. Dalam kwitansi sewa senilai Rp120 juta untuk dua musim tanam, nama yang tercatat adalah H Isan, sementara Saneng hanya dicantumkan sebagai saksi, Namun pada kenyataannya setelah dihitung dari bukti kwitansi dari beberapa penyewa sawah itu ada Mark up anggaran yang sebelumnya dinyatakan sewa sawah 12juta perhektar, fakta dikwitansi yang kami dapatkan terinci hanya 10juta perhektar untuk harga sewa sawahnya, terindikasi ada 2juta perhektar yang diduga diselewengkan oleh kepala Desa Bantarsari.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa BUMDes Bantarsari hanya dijadikan boneka. Program ketahanan pangan yang seharusnya menjadi sarana pemberdayaan masyarakat malah diprivatisasi untuk kepentingan keluarga kepala desa.
Sementara itu, Ketua BPD Bantarsari saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp memilih melempar persoalan anggaran BUMDes kepada pengurus.
“Owh ia Bang, cuma terkait BUMDes aja langsung ke ketua BUMDesnya Bang. Betul Bang, BPD atau saya cuma mengetahui anggaran tersebut, kembali lagi kepada ketua BUMDesnya yang menjalankan ya,” jawab Ketua BPD.
Lebih mengejutkan, Bendahara BUMDes Satim saat dikonfirmasi juga mengaku tidak mengetahui detail soal pencairan anggaran.
“Saya tidak tahu, Bang, terkait pencairan. Waktu itu ada kekurangan, saya kira tidak jadi,” ujar Satim singkat.
Padahal, Permendesa PDTT No. 7 Tahun 2021 menegaskan seluruh transaksi program ketahanan pangan harus tercatat atas nama BUMDes dan dikelola langsung oleh pengurus sah. Penyimpangan semacam ini berpotensi melanggar aturan dan bisa masuk ranah tindak pidana korupsi.
Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ, dengan tegas menyebut bahwa kasus ini adalah bentuk perampokan berjamaah terhadap dana publik yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
DPMD, hingga Bupati tak bisa pura-pura tuli! Kalau tidak bertindak, artinya mereka ikut dalam kubangan ini! Kami mendesak Inspektorat dan aparat hukum segera bertindak. Jika tidak, kami akan bawa kasus ini ke Kejati Jabar dan KPK!”
Kasus ini adalah tamparan keras bagi sistem tata kelola dana desa. Ketika pejabat desa, malah dengan terang-terangan mengelola dana BUMDES , tanpa mekanisme resmi, dan tidak segera dikembalikan, maka ini bukan lagi soal kesalahan administratif ini indikasi kejahatan keuangan.
Desa yang seharusnya menjadi poros kebangkitan ekonomi rakyat, justru dijadikan ladang bancakan oleh mereka yang seharusnya menjaga. Bantar sari hanya satu dari banyak desa yang mungkin mengalami hal serupa tapi rakyat sudah tidak lagi bisa diam.
Dugaan penyalah gunaan wewenang yang dilakukan oleh kepala Desa Bantarsari yang mengacu kepada undang-undang penyalah Gunaan wewenang diatur dalam pasal 3 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU Tipikor) serta dalam pasal 17 dan 18 undang-undang administrasi pemerintahan (UUAP) untuk tindakan pejabat dan badan pemerintahan secara umum. Selain itu, dalam pasal 421 KUHP juga diatur terkait penyalah Gunaan oleh pejabat negara atau pegawai negeri untuk keuntungan pribadi.”tutup ahmad
Warga mendesak agar Badan Permusyawaratan Desa (BPD) lebih aktif dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Selain itu, Dinas PMD Kabupaten Bekasi diharapkan segera turun tangan melakukan audit menyeluruh agar pengelolaan BUMDes kembali sesuai aturan dan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat desa.
Hingga berita ini ditayangkan bendahara Desa Bantarsari dan kepala Desa Bantarsari belum dapat dikonfirmasi
(*Red)