Rekrutmen Direksi-Komut BUMD Jawa Tengah Dipertanyakan, Fungsi DPRD Ditinggalkan

Proses Rekrutmen Dipertanyakan, Publik Khawatir Ada Ruang Transaksional

SEMARANG – Proses seleksi jajaran direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Tengah kembali menuai sorotan.

Pengumuman rekrutmen yang dirilis Panitia Seleksi (Pansel) pada 23 September 2025 itu dianggap mendadak, minim sosialisasi, dan lebih janggal lagi, tidak diketahui oleh DPRD Jawa Tengah selaku lembaga pengawasan.

Padahal, posisi strategis direksi dan komisaris BUMD menyangkut hajat besar pengelolaan uang rakyat.

Prinsip tata kelola semestinya mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, termasuk melibatkan DPRD dalam pembahasan melalui rapat kerja atau evaluasi tahunan.

“Kenapa DPRD sampai tidak mengetahui proses seleksi ini? Kalau lembaga pengawas saja tidak tahu, bagaimana dengan masyarakat? Ini tanda bahaya,” ungkap narasumber yang tidak ingin diungkapkan identitasnya.

Pendaftaran calon hanya dibuka sepekan, dengan tenggat hingga 30 September 2025 pukul 23.59 WIB. Selain itu, lowongan yang disampaikan juga dianggap kurang spesifik.

Praktik terburu-buru ini memunculkan dugaan adanya nama-nama yang sudah disiapkan sejak awal, sementara publik hanya disuguhi formalitas seleksi.

Kuat dugaan, sistem seleksi yang diumumkan sebatas untuk memenuhi syarat administratif. Minimnya publikasi membuat proses yang seharusnya terbuka justru terkesan dikunci rapat-rapat.

– Potensi Ruang Transaksional

Proses seleksi sendiri dikendalikan penuh oleh birokrasi Pemprov Jateng.

Tahapannya menggunakan sistem gugur, mulai dari administrasi hingga wawancara akhir oleh Gubernur sebagai pemegang saham pengendali.

Sejumlah aktivis antikorupsi mengingatkan, model seleksi eksklusif semacam ini rawan melahirkan ruang transaksional.

“BUMD mengelola uang rakyat. Kalau pengangkatan direksi dan komisaris dilakukan secara tertutup, risiko penyalahgunaan kewenangan sangat besar,” ujar seorang pegiat antikorupsi di Semarang.

Ironisnya, DPRD yang seharusnya menjadi mitra pengawasan justru tak dilibatkan.

Padahal, alasan pergantian direksi maupun komisaris biasanya harus melalui mekanisme evaluasi kinerja, masa jabatan yang habis, atau persoalan hukum.

“Seharusnya ada rapat evaluasi lebih dulu. Kalau tiba-tiba ada seleksi besar-besaran tanpa penjelasan, wajar publik curiga ada agenda tersembunyi,” kata narasumber.

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Tengah, Sumarno, menegaskan bahwa mekanisme rekrutmen tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan eksekutif melalui panitia seleksi (pansel), tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam proses teknisnya.

“Kalau itu ranahnya eksekutif ya. Nanti akan kita laporkan hasilnya ke DPRD. Karena ini teknis, teman-teman DPRD tidak terlibat secara teknis,” kata Sumarno, Rabu (1/10).

Ia menambahkan, peran DPRD tetap berjalan pada fungsi pengawasan. Sementara itu, tahapan seleksi, mulai dari rekrutmen hingga penyaringan calon, akan dijalankan oleh pansel sesuai ketentuan yang berlaku.

Ketua Panitia Seleksi, Dr. A.P. Ir. Sujarwanto Dwiatmoko, M.Si, tidak menjawab konfirmasi redaksi.

Ketua Komisi C DPRD Jateng, Bambang Haryanto B. Bachrudin, ketika dikonfirmasi mengaku pihaknya tidak menerima informasi maupun pemberitahuan resmi terkait seleksi tersebut.

“Terkait kelembagaan langsung ke pimpinan DPRD. Komisi C tidak menerima atau mengetahui proses itu,” kata Bambang singkat.

Kasus ini memperpanjang daftar persoalan tata kelola BUMD Jateng. Alih-alih memperkuat transparansi dan peran pengawasan, pola seleksi senyap justru membuka peluang bagi kepentingan elit tertentu.

Publik kini menunggu langkah DPRD: apakah akan bersuara lantang mempertanyakan proses seleksi ini, atau justru memilih bungkam.

Tanpa kontrol legislatif, BUMD rawan kembali menjadi arena bancakan kekuasaan.

(*)

Pos terkait