Sobirin, SH Pertanyakan Integritas Pengawasan Keuangan OJK Kalbar Diduga Lalai Awasi BPR Duta Niaga

KALBAR -tribuntopikor.com

Pontianak, Kalimantan Barat – 11 Juli 2025
“Di mana hati nuranimu, OJK Kalbar?” seru Sobirin, SH, seorang praktisi hukum dan pemerhati kebijakan publik di Kalimantan Barat, menanggapi dugaan kelalaian pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar terhadap operasional Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Duta Niaga Pontianak.

Sobirin menyoroti lemahnya pengawasan OJK selama periode 2020 hingga 2024, yang diduga menyebabkan lonjakan rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) BPR Duta Niaga hingga mencapai 90 persen, jauh melampaui ambang batas aman sebesar 5 persen sebagaimana diatur dalam POJK No. 11/POJK.03/2016 dan POJK No. 40/POJK.03/2019.

“Ini bukan lagi kelalaian administratif. Jika OJK Kalbar membiarkan NPL melonjak hingga 90 persen tanpa tindakan korektif, maka terdapat potensi pelanggaran hukum dan etika dalam fungsi pengawasan keuangan,” tegas Sobirin.

Mengacu pada SEOJK No. 14/SEOJK.03/2017 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR serta POJK No. 4/POJK.03/2015, seharusnya OJK melakukan tindakan pengawasan ketat, bahkan resolusi dini, sebelum kondisi keuangan memburuk dan berdampak kepada nasabah dan debitur. Salah satunya adalah H. Hamidin, yang ironisnya kini ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara perbankan tersebut.

Lebih jauh, Sobirin juga mengungkap fakta mencengangkan mengenai penunjukan Agus Subardi sebagai Direktur Utama BPR Duta Niaga pada September 2023. Agus diketahui dalam kondisi kesehatan kritis dan rutin menjalani cuci darah mingguan. Ia juga memiliki hubungan keluarga dengan pemegang saham utama bank tersebut, dan meninggal dunia hanya satu bulan setelah penunjukannya.

Penunjukan Agus dinilai melanggar ketentuan POJK No. 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) serta POJK No. 55/POJK.03/2016 tentang Tata Kelola Bank. Kedua regulasi tersebut mengharuskan calon direksi bank memiliki kesehatan prima, kompetensi memadai, serta independensi penuh—termasuk tidak memiliki hubungan keluarga dengan pemilik saham, kecuali atas izin tertulis dari OJK.

Namun, publik tidak pernah mendapat akses terhadap transparansi proses penunjukan tersebut, termasuk hasil dari uji kelayakan dan kepatutan Agus Subardi.

Puncaknya, pada 5 Desember 2024, OJK resmi mencabut izin operasional BPR Duta Niaga berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK No. KEP-98/D.03/2024. Keputusan ini memicu kekacauan hukum dan kerugian finansial bagi para nasabah dan debitur.

“Tanggung jawab hukum dan etik OJK Kalbar atas seluruh rangkaian peristiwa ini harus diungkap. Jangan sampai kredibilitas lembaga pengawas keuangan negara menjadi tumbal dari kelalaian struktural,” tegas Sobirin menutup pernyataannya.

Rilis ini menjadi bagian dari sorotan publik terhadap praktik pengawasan sektor jasa keuangan di daerah, khususnya oleh OJK Kalbar. Klarifikasi resmi dari pihak OJK sangat dinantikan guna menjaga prinsip akuntabilitas publik serta mencegah kerusakan sistem keuangan yang lebih luas.

Sumber: Sobirin, SH
Diterbitkan oleh: Wrtn TT Sungut
Media: Kalbar-tribuntipikor.com

Pos terkait