EFEK CANTIK KAMERA PERBANKAN

Oleh Prana Rifsana

Bagi para pengguna kamera dengan tehnologi canggih saat ini sudah banyak fitur pada kamera yang dirancang untuk meningkatkan penampilan wajah seseorang dalam foto atau video, Fitur yang sering digunakan untuk mengurangi cacat kecil pada kulit, seperti jerawat, noda, atau garis-garis halus, serta untuk memberikan efek yang lebih halus dan cerah pada wajah.

Efek cantik fitur-fitur kamera tersebut juga sering dipraktikkan oleh industri perbankan, industri yang membutuhkan tingkat kepercayaan tinggi bagi para nasabahnya. Bukan dengan memberikan efek cantik kepada direksi-direksi atau Pekerjanya, namun efek cantik kepada perusahaannya seakan-akan baik-baik saja, layanan, kinerja dan operasionalnya, telah menjalani sesuai aturan dan prinsip Good Corporate Governance.

Memang tingkat kepercayaan bagi industri perbankan menjadi hal yang utama dan ‘didewakan’, semua kebijakan yang dikeluarkan untuk mendukung agar nasabah dan regulator tetap dijaga dan ditingkatkan kualitas kepercayaannya. Bagaimana tidak, karena industri ini memiliki efek domino, jika salah satu bank bermasalah dapat berdampak kepada bank lain dan perekonomian negara.

Proses menjaga dan peningkatan kualitas kepercayaan nasabah dan regulator berbagai cara dilakukan para manajemen bank, bahkan tanpa mempertimbangkan lagi apakah Pekerjanya yang dijadikan korban untuk kepentingan tersebut. Serikat Pekerja-nya pun terkadang dibungkam agar jika ada permasalahan yang ada dapat diselesaikan baik-baik diinternal, bahkan pengurus serikat-nya pun ada yang ‘dipelihara’ dengan gaji, jabatan dan fasilitas tertentu.

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor bank umum tercatat dalam tren penurunan dari waktu ke waktu. Pada Maret 2024, total bank umum berjumlah 24.243 unit. Jumlah kantor bank umum semakin menyusut di mana data terakhir per Maret 2025 tercatat menjadi 23.734 unit saja.

Bank milik negara menjadi bank yang paling banyak mengurangi kantor fisik dalam satu tahun terakhir ini. Sebanyak 275 kantor ditutup, dari 12.391 unit per Maret 2024 menjadi 12.116 per Maret 2025. Sedangkan bank swasta telah menutup kantor fisik sebanyak 187 unit, dari 7.789 unit per Maret 2024 menjadi 7.602 per Maret 2024. Lalu Bank Pembangunan Daerah telah menutup 47 kantor fisik, dari 4.044 unit per Maret 2024 menjadi 3.997 unit per Maret 2025.

Walau OJK menilai bahwa potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat banyaknya penutupan kantor cabang bank tersebut dianggap tidak menjadi persoalan besar karena sebelumnya telah diantisipasi oleh industri perbankan. Antisipasi yang dimaksud adalah melalui program pelatihan ulang dan realokasi ke unit bisnis lain dalam lingkup bank. Dan bank-bank yang terdampak PHK tersebut tidak menimbulkan persoalan besar karena telah mematuhi aturan ketenagakerjaan, termasuk dalam hal pemberian kompensasi yang layak. Apakah benar demikian ?

Semakin bertambahnya investor asing yang berinvestasi di Industri Perbankan nasional membuat kompetisi antar bank menjadi semakin ketat, hingga setiap bank terus mengejar keuntungan. Komposisi Pekerja terus digeser menjadi semakin banyak yang ditugaskan dalam bidang penjualan, belum lagi dukungan tehnologi yang membuat bagian non penjualan pekerjaannya menjadi lebih sederhana lalu mereka didorong untuk mutasi ke bagian penjualan dengan minim pertimbangan kompetensi yang dimiliki.

Pekerja di bagian Teller dan Customer Services yang melayani nasabah di cabang-pun diberikan target dan masuk dalam penilaian kinerja mereka. Lalu kepada semua Pekerja diterapkan kebijakan pemberian sanksi bagi mereka yang tidak memenuhi kinerja, jika sudah dua atau tiga kali tidak memenuhi target maka dilakukan PHK. Efek cantik yang dipraktikan adalah dengan memberikan dokumen yang harus ditanda tangani Pekerja untuk mengikat Pekerja jika satu saat dapat diberikan sanksi dan PHK karena tidak mencapai target kinerja.

Proses eksploitasi tersebut terus dilakukan bertahun-tahun dan diperparah dengan terbitnya Undang Undang Cipta Kerja yang memudahkan Perusahaan untuk mempekerjakan Pekerja dalam status Outsourcing serta melakukan PHK bagi mereka Pekerja tetap yang tidak mencapai target. Tak heran Pekerja bank seakan tidak peduli dengan waktu kerja hanya untuk mengejar target kinerja agar aman, tidak diberikan sanksi dan ancaman PHK. Lalu PHK yang dilakukan pun dipoles secantik mungkin dengan dengan sebuah “Kesepakatan Bersama” sehingga tidak tercatat dalam Dinas Tenaga Kerja.

Kini ketika adanya Keputusan Mahkamah Konstitusi No.168/PUU-XXI/2023 tanggal 31 Oktober 2024 dikeluarkan atas keberhasilan Partai Buruh dalam melakukan Uji Materiil Undang Undang Cipta Kerja, maka Undang Undang Ketenagakerjaan yang baru wajib dibentuk oleh DPR Bersama Presiden. Bukan merevisi Undang Undang Cipta Kerja atau menambahkan Undang Undang No.13/Tahun 2003, tetapi membentuk Undang Undang yang baru, Ini adalah amanah konstitusi yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). adapun narasi keputusan MK No.168 tersebut adalah sbb :

“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pembentuk undang-undang segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023.”

Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru nanti diharapkan dapat menghapus praktik poles memoles atau fitur0fitur efek cantik yang diterapkan selama ini di industri perbankan. Peraturan OJK (POJK) yang berlaku saat ini dan juga ada yang mengatur tentang ketenagakerjaan harus ditarik dari POJK dan dimasukkan ke dalam Undang Undang Ketenagakerjaan yang baru tersebut dalam melindungi pekerja perbankan agar tidak mengalami eksploitasi kembali.

Mari kita bersama-sama mengawal proses pembentukan Undang Undang Ketenagakerjaan yang baru nanti agar perlindungan terhadap seluruh pekerja atau buruh di Indonesia dapat menjadi lebih baik. Proses ini menjadi pertarungan berikutnya antara kelas pekerja dengan kaum pemodal yang dapat menitipkan kepentingan kepentingan para pemilik modal kepada para anggota dewan dan pemerintah. Bersatu Kita Kuat, Bersama Kita Hebat!

Penulis adalah Ketua Partai Buruh EXCO Kota Bandung da, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Jasa dan Keuangan,

Pos terkait