Lewat Rekaman Video, Diduga Ketua RT Ancam LSM, Warga di Bojonegoro Menanti Klarifikasi LSM

Ironisnya, video tersebut diduga direkam sendiri oleh yang bersangkutan, seolah ingin menunjukkan superioritas kuasa di wilayahnya.

Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com //

Setelah beredarnya sebuah video pendek yang memviralkan pengerjaan proyek dalam pelaksanaan pengecoran pada Senin, 02 Juni 2025. Suasana Dusun Wire, Desa Ngemplak, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, mendadak gempar jadi polemik warga setempat hingga menjadikan sorotan publik.

Dalam video berdurasi 00:19 detik tersebut terdengar suara seorang pria, yang diduga kuat adalah Ketua RT 22 setempat telah melontarkan kalimat kasar dan ancaman terbuka terhadap keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mencoba melakukan kontrol sosial atas proyek pembangunan di wilayah tersebut.

“Nak enek LSM neko-neko culek matane… Koko tak gepuk anae nok kene pisan… Jen ndang bongko LSM podo dancok.” (Red)

Kalimat bernada kekerasan tersebut, jika diterjemahkan secara bebas, berisi ancaman serius terhadap siapa pun dari kalangan LSM yang dianggap mau mengusik dan/atau mempertanyakan pelaksanaan kegiatan di lingkungannya.

Peristiwa ini berkaitan dengan kegiatan pembangunan fisik di Dusun Wire yang tidak disertai papan informasi proyek. Warga tidak mengetahui jenis kegiatan, besaran anggaran, sumber pendanaan, atau siapa pelaksana pekerjaan.

Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip keterbukaan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Namun demikian, menjawab pertanyaan masyarakat, sosok yang diduga Ketua RT justru memberikan respon yang jauh dari semangat pelayanan publik: ancaman terbuka, kata-kata kotor, dan ujaran kebencian terhadap lembaga yang menjalankan fungsi sosial kontrol.

“Jika ancaman terhadap LSM ini dianggap lumrah, maka demokrasi lokal berada di ujung tanduk,” ujar seorang aktivis anti-korupsi di Bojonegoro.

Merespons situasi ini, redaksi mengajak seluruh elemen Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), penggiat anti-korupsi, pegiat keterbukaan informasi publik, serta wartawan independen untuk turun ke Desa Ngemplak.

Langkah ini bukan semata demi mencari sensasi, melainkan untuk membuka ruang klarifikasi, mendorong transparansi, dan memastikan bahwa praktik pemerintahan di tingkat desa tetap berada dalam koridor hukum dan etika.

Kehadiran LSM secara terbuka di Desa Ngemplak juga akan menjadi bukti bahwa kontrol sosial tidak bisa dibungkam dengan ancaman.

Bahwa suara kritis adalah bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Dan bahwa setiap sen uang rakyat, sekecil apapun, harus bisa ditelusuri dan dipertanggungjawabkan secara publik.

“Kami mengajak rekan-rekan LSM untuk hadir dan melihat langsung. Bukan untuk mencari musuh, tapi untuk mengembalikan marwah pemerintahan desa yang bersih dan terbuka,” tulis seorang pemerhati desa dalam pesannya kepada komunitas sipil lokal.

Kasus ini sekali lagi mengingatkan publik bahwa demokrasi bukan soal ukuran lembaga atau tingkat jabatan, melainkan soal kesediaan untuk diawasi. Ketika kekuasaan sekecil Ketua RT sekalipun mulai merasa kebal terhadap kontrol, maka peringatan harus dibunyikan.

Kita semua, sebagai warga negara, memiliki hak untuk tahu. Dan LSM, sebagai garda sipil, memiliki kewajiban untuk bertanya sebagai sosial control. (King/tim)

Editorial: Solikin Korwil Jatim

Pos terkait