Pekan Baru, tribuntipikor com.
Ketegasan Walikota Pekanbaru Agung Nugroho dalam melarang segala bentuk pungutan uang perpisahan sekolah kembali diuji. Fakta terbaru mengungkap dugaan pelanggaran terang-terangan oleh SD Negeri 37 Pekanbaru yang tetap memungut biaya dari siswa kelas 6, meskipun larangan tersebut telah disampaikan secara resmi.
Dengan dalih “inisiatif orangtua”, pihak sekolah SDN 37 Pekanbaru tetap memungut Rp70 ribu per siswa dari total 164 siswa kelas 6. Ironisnya, pungutan ini ditetapkan secara kolektif dan berlaku merata, sehingga menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini sumbangan sukarela atau kewajiban terselubung?
Modus Lama, Kemasan Baru: “Sumbangan” yang Sudah Dipatok
Ketua panitia perpisahan yang juga Wakil Kepala Sekolah SDN 37 Pekanbaru, Asari, menyebut bahwa pungutan ini merupakan hasil “kesepakatan orangtua”. Namun ketika ditanya soal wali murid yang merasa keberatan, ia tak mampu memberikan penjelasan tegas.
“Kami sudah menyampaikan bahwa tidak dibenarkan adanya pungutan. Tapi karena ada perwakilan orangtua yang datang, kami izinkan,” ujar Asari kepada wartawan.
Pernyataan itu kontradiktif dengan pengakuan wali murid yang mengeluhkan sistem penarikan dana ini:
“Kalau sudah ditetapkan Rp70 ribu per anak, itu bukan sumbangan. Itu kewajiban. Kami merasa terbebani,” ungkap salah satu orangtua siswa yang enggan disebutkan namanya.
Bukti Tertulis: “Daftar Pembayaran” Jadi Barang Bukti Dugaan Pungutan Terstruktur**
Data yang berhasil dihimpun oleh redaksi dari salah satu kelas 6 SDN 37 Pekanbaru menunjukkan adanya daftar pembayaran perpisahan dengan nominal Rp70 ribu per siswa. Dari 33 nama siswa yang tercantum, sebagian besar sudah diberi tanda centang sebagai tanda sudah membayar, sementara nama-nama lain masih kosong.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa pungutan tidak bersifat sukarela, melainkan telah *ditetapkan dan disistemkan secara kolektif.
Instruksi Walikota Diabaikan, Edaran Dinas Pendidikan Dilanggar
Walikota Pekanbaru, Agung Nugroho, secara tegas telah melarang segala bentuk pungutan untuk perpisahan—baik di sekolah negeri maupun swasta. Ia bahkan mengancam akan mencopot kepala sekolah yang melanggar kebijakan ini.
Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru juga telah menerbitkan surat edaran resmi: dana yang telah dipungut harus dikembalikan, dan kegiatan perpisahan wajib dilaksanakan di lingkungan sekolah tanpa membebani orangtua siswa.
Namun hingga hari ini, dugaan pelanggaran itu justru terjadi secara terang-terangan di SDN 37 Pekanbaru. Kepala Sekolah, Yuni Yanti, M.Pd., terkesan mengabaikan aturan, bahkan dianggap “kebal hukum” terhadap perintah kepala daerah.
Tantangan untuk Agung Nugroho: Tegas atau Sekadar Retorika Belaka?
Kini, publik Pekanbaru menanti: apakah Walikota Agung Nugroho akan bertindak tegas? Apakah Kepala Sekolah SDN 37 Pekanbaru akan dicopot sesuai peringatan? Ataukah larangan itu hanya akan menjadi macan kertas dalam dunia pendidikan?
Jika pelanggaran semacam ini dibiarkan, maka sinyal yang diterima masyarakat jelas: *larangan dari Walikota bisa dinegosiasikan, dan pungutan liar bisa dibungkus dengan nama “kesepakatan”.
Catatan Kritis: Sumbangan yang Dipatok adalah Bentuk Pungli
Pendidikan dasar tak boleh dijadikan ajang pemungutan liar yang dibungkus rapat oleh kata “sumbangan sukarela”. Ketika nominal telah ditentukan, ketika daftar nama dan pembayaran dicatat secara sistematis, dan ketika wali murid merasa terbebani, maka itu bukan sumbangan—itu adalah pungutan berkedok.
Publik Mengawasi, Media Mengabarkan, Fakta Tak Bisa Ditutupi*
Pemimpin Walikota Pekanbaru Agung Nugroho diuji bukan saat memberi imbauan, tapi saat aturan yang dia buat dilanggar,koni publik menunggu,”Apakah wali kota Agung Nugroho ” punya keberanian untuk menegakkan aturan yang dia keluarkan sendiri’
Jika tidak maka publik berhak bertanya
Apakah larangan wali kota Pekan Baru hanya sebatas basa basi publik belaka***
Editor :A HS,cfle.