Puluhan Drum Solar Subsidi Diduga untuk Tambang Emas Ilegal Ditemukan Terbengkalai di Kapuas Hulu

Kapuas Hulu,Tribun Tipikor.com- Kalimantan Barat —

Indikasi kuat penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar untuk aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) kembali mencuat di wilayah Kapuas Hulu. Pada Rabu, 21 Mei 2025, sekitar pukul 12.35 WIB, awak media menemukan puluhan drum berisi solar subsidi yang ditinggalkan di tepi jalan desa menuju kawasan hutan di Desa Pemburu, Kecamatan Boyan Tanjung.

Temuan ini berada tak jauh dari lokasi yang selama ini dicurigai sebagai area operasi tambang emas ilegal. Tidak terdapat keterangan pemilik atau penjaga di sekitar lokasi. Dalam kurun waktu lebih dari satu jam, tidak satu pun warga melintas di jalur tersebut, memperkuat dugaan bahwa drum solar tersebut ditujukan sebagai logistik bagi aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan desa.

“Kami menduga kuat ini adalah logistik PETI. Ditempatkan di jalur masuk, tanpa identitas, tanpa pengawasan—sangat mencurigakan,” ujar salah satu jurnalis lapangan yang mendokumentasikan langsung lokasi temuan.

Upaya konfirmasi kepada aparat desa dan pihak berwenang setempat, termasuk Polsek Boyan Tanjung dan Polres Kapuas Hulu, belum memperoleh tanggapan hingga rilis ini diterbitkan.

Pakar hukum energi dan sumber daya alam, Dr. Ahmad Fikri, S.H., M.H., dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menegaskan bahwa praktik ini melanggar dua regulasi utama:

“Pertama, Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (diubah dalam UU Cipta Kerja) mengatur bahwa penyalahgunaan BBM subsidi dapat dipidana penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.

Kedua, jika solar ini digunakan untuk PETI, maka melanggar Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dengan ancaman penjara hingga 5 tahun dan denda sampai Rp100 miliar,” jelasnya.

Aktivis lingkungan dari Forum Peduli Lingkungan Kapuas , menilai ini sebagai kejahatan yang tidak bisa ditoleransi.

“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, ini kejahatan lingkungan dan ekonomi. Kami mendesak Polda Kalbar dan jajaran kepolisian segera bertindak. Sita solar, bongkar jaringan, dan tutup lokasi PETI,” tegasnya.

Di sisi lain, pengamat hukum dan kebijakan publik Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti lemahnya pengawasan distribusi BBM subsidi di Kalbar yang menjadi celah bagi mafia BBM.

“Kelangkaan solar subsidi yang terus terjadi ini bukan semata soal pasokan. Ini kegagalan sistem. Antrean panjang truk, nelayan dan petani kesulitan solar, sementara solar subsidi justru masuk ke tambang ilegal,” ujarnya.

Ia juga mendesak agar dilakukan audit independen atas sistem distribusi BBM di Kalbar dan menyelidiki kemungkinan keterlibatan jaringan mafia BBM.

“Pertamina dan pemerintah daerah harus bertanggung jawab. Ini masalah publik yang kronis dan menyengsarakan rakyat kecil,” tambahnya.

Dokumentasi temuan ini akan diserahkan oleh awak media kepada kepolisian dan instansi terkait sebagai bukti awal untuk penyelidikan lebih lanjut. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Pertamina Kalbar terkait temuan dan kritik publik yang berkembang.

Pewarta : Rinto Andreas

Pos terkait