Nganjuk Jatim, tribuntipikor.com //
Hasil penelusuran investigasi tim awak media tribuntipikor.com dilapangan, didapat dari sekian banyaknya Kepala Desa se Kabupaten Nganjuk berjumlah 264 Desa yang tersebar di 20 Kecamatan, se-kabupaten Nganjuk Jawa Timur, pada umumnya banyak Kades yang sampai saat ini mengeluhkan adanya program baru bersistem Coretax atau biasa disebutnya dengan sebutan Kortek.
Pasalnya, kurangnya sosialisasi dari Dinas terkait, program baru bersistem Coretax ini dinilai merupakan sebuah hambatan terhadap pencairan anggaran dana. Anggaran dana yang dikucurkan oleh dan dari Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Daerah. Sementara polemik berkembang hal itu tak segampang sistem atau cara seperti yang sebelumnya.
Dicontohkan oleh seorang Kades, sebut saja bernama Paijo (samaran) ketika ada sebuah proyek di salah satu desa, tepatnya di Kecamatan Sukomoro, yang mana sudah dirampungkan dalam pengerjaannya di 6 titik, akan tetapi, begitu aturan baru muncul melalui sistem Coretax hingga kini anggaranya belum juga bisa terealisasikan. Ungkapnya.
Berselang seorang Kades yang lain, Poniran (samaran) tepatnya di Kecamatan Pace, pihaknya mengungkapkan bahwa hingga sekarang desanya belum ada pencairan apapun, karena dengan adanya sistem Coretax.
“Semua program yang turun ke Desa masih belum bisa terealisasikan, karena caranya dipandang masih amat rumit untuk difahami, belum lagi tentang aplikasinya yang sulit masuknya.” Ungkapnya.
Disisi lain, Kades di wilayah Kecamatan Patianrowo juga mengungkapkan berbagai keluhan, yang pada akhirnya bahwa pada saat-saat ini tampaknya semua Kades sangat prihatin dengan program baru yang belum bisa dimengerti. Katanya.
Sepertinya, tentang tata cara pengelolaan keuangan desa melalui cara itu, menjadikan pusing dipikiran Kades. Namun demikian seorang Perangkat desa berinisial (Csb) tepatnya berada di Kecamatan Rejoso, kepada awak media ini pada Kamis, 16 April 2025 saat jam kerja menyampaikan, bilamana dengan adanya sistem Coretax dirinya cukup senang. Katanya.
Sebab, menurutnya sistem ini tidak membawa keuangan desa, maka baginya lebih aman nantinya, tak mudah terlibat dengan perkara karena uang, cuman masalahnya, sistem ini masih banyak yang belum memahami cara atau pengoperasian sistemnya bagaimana. Ungkapnya.
Dihari yang sama disampaikan pula oleh seorang Kades berinisial (Lkg), bilamana untuk pembangunan fisik harus melalui toko yang sudah punya NPWP dengan catatan nilai kekayaan bersih toko itu harus sekitar 4 M. Ucapnya.
Akan tetapi imbuhnya, apa ya ada?, bilamana toko-toko di desa yang kelasnya mempunyai modal dengan nilai sebanyak itu.! Ungkapnya.
Berbicara tentang pembangunan desa sekarang ini, semuanya serba langsung ke toko-toko yang mempunyai NPWP, seperti toko kecilpun gak apa-apa asal memenuhi syarat.
Tak kalah pentingnya, perubahan sekarang mengenai Pasir, Tanah Uruk dan Batu Kali, kalau dulu tidak dikenakan pajak, namun sekarang ini, ketiganya dikenakan pajak.
Disini yang lebih menyolok bahwa PPH dan PPN tidak dipotong sehingga tetap menjadi tanggungan Desa, sedang masyarakat tidak mengerti hal itu, taunya ada bantuan 1 M kok tidak sesuai kenyataan, dengan asumsi dikorupsi Kepala Desanya. Sementara pihak Dinas PMD sendiri dalam masalah ini, sepertinya tidak bisa memberikan jalan keluar, sehingga Pemdes melalui Kades tidak dapat berbuat apa-apa.
Disayangkan memang, hingga berita ini diunggah, karena sebelumnya Puguh Harnoto, S.STP, MM selaku Kepala Dinas PMD ketika dikonfirmasi oleh awak media ini, tentang hal tersebut diatas pada Rabu, 23 April 2025 pukul 12:02 Wib melalui sambungan telepon WhatsAppnya terkesan tidak memperdulikan, berdering namun tidak diangkat. (Lmn)
Editorial: Solikin Korwil Jatim