Diduga Ada Permainan Perda, Lokasi Industri di Nganjuk Semrawut

Bilamana tentang Zonasi yaitu Zona Abu abu untuk pabrik, Zona Hijau untuk Pertanian berkelanjutan dan Zona Kuning untuk Perumahan, Perkantoran dan Ruko.

Nganjuk Jatim, tribuntipikor.com //

Zona penataan ruang Kawasan Industri di wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur yang sebelumnya pernah kesohor hingga menyandang julukan sebagai KING Kawasan, tampaknya sekarang sejarah itu tentang tata ruang dan keindahan kota Nganjuk sedikit demi sedikit mulai terkikis hilang memudar.

Karena kali kini sejumlah mengembang tercecer diberbagai tempat tanpa dibarengi dengan tata kelola ruang, sehingga hal itu menjadikan polemik dari pejabat dan masyarakat luas hingga menjadi pembahasan dan sorotan publik saat ini.

Berdasar fakta yang ada, bahwa lokasi tersebut semestinya bukanlah tempat dapatnya digunakan untuk mendirikan sebuah bangunan Pabrik, namun demikian ternyata bisa dilegalkan oleh pihak tertentu menjadi sebuah bangunan calon pabrik.

Sedemikian yang menjadi polemik hingga anggapan bahwa hal itu menyimpang dari ketentuan zona tata ruang seperti yang dijumpai di wilayah Kecamatan Baron dan ada beberapa titik.

Salah satu sumber saat dikonfirmasi oleh media tribuntipikor.com pada Rabu, 09 April 2025 malam, pihaknya berasumsi bawasanya yang menjadi patokan adalah dari Perda yang diproduksi oleh DPRD Kabupaten Nganjuk, untuk kawasan KING adalah jalur sebelah utara, tergolong lahan yang tadah hujan yaitu dari arah Surabaya mulai Desa Munung kebarat terus sampai ke Guyangan sana. Ulasnya.

Akan tetapi kenapa yang berada dikawasan sebelah selatan terutama di wilayah Kecamatan Baron tiba-tiba muncul bangunan pabrik dan yang menyolok berada di Desa Kemlokolegi, anehnya ini termasuk Zona Hijau kok ya ada pengurukan. Gumamnya .

Nah …. disini dapat dimungkinkan adanya sebuah temuan indikasi yang kurang ajar, karena apa.! bahwa tentang Perdanya telah disiasati olehnya. Ucapnya.

Dalam pengkritisanya pada DPR, sumber juga mengungkapkan bahwa DPR itu bukan wakil rakyat tetapi wakil partai, karena kalau saya amati pihaknya tidak memikirkan keluhan rakyat, wong begitu kok bilangnya wakil rakyat. Ungkapnya sambil myeruput kopi dan kemudian ketawa.

Disisi lain, seseorang sebut saja Paijo bukan nama sebenarnya, ia berbicara tentang adanya RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) tentunya beda dengan RTRW (Ruang Tata ruang, Ruang Tata Kewilayahan) karena kalau RDTR itu sangat detail betul rinciannya. Jadi misalkan itu zona hijau, tidak bisa di gunakan pendirian pabrik ya nggak bisa. Ucapnya.

Program yang sekarang ini, tidak seperti yang dulu, kalau dulu prosesnya melalui Camat lalu ke desa, lha sekarang ini, tidak seperti itu, dari pusat langsung ke instansi terkait dan ke Dewan jadi seorang Camat tidak ada keterkaitan disitu atau tanpa ada keterlibatan, baru kalau ada masalah mengerucutnya perkara ke Camat. Ungkapnya.

Ditempat lain, seperti Paijo, sebut saja Paimin dalam pandangannya Paimin berkata jika King sebenarnya adalah beralokasi di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Jatikalen, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Gondang, Kecamatan Ngluyu, dan Kecamatan Rejoso akan tetapi kenyataan prakteknya berkeliaran dibeberapa tempat. Ulasnya.

“King mulai tahun 2019 sudah dianggarkan, oleh PA juga disebutkan bahwa King itu ditetapkan oleh jamannya Bupati yang digaruk oleh KPK dulu dan King itu sudah tidak berlaku sekarang, pokoknya yang berperan adalah Ketua Dewan itu.” Ungkapnya.

Kemudikan turut serta berperan salah satu Tokoh masyarakat berkata, bilamana di Kecamatan Baron, ada 2 calon pendirian pabrik yang baru di uruk, berposisi di pinggir jalan raya jurusan Sby – Madiun, sementara yang berada di Dusun Kuniran, Desa Kemlokolegi, Kecamatan Baron ber Zona Hijau itu sudah tergolong perijinannya lama, hanya saja baru pelaksanaan pengurukan. Sedangkan yang dekat Kantor Pertanian Baron tergolong Zona Orange yaitu perusahaan kelas menengah dan yang berada di Desa Plimping Pembebasan tanahnya baru selesai. Ulasnya.

Sementara yang berposisi di Kuniran itu, saat ini, terjadi kemacetan, mungkin dalam pelaksanaan harga tanah uruknya terlalu rendah sehingga tak sesuai, akhirnya tak terselesaikan, tapi saya yakin kapanpun akan dilaksanakan. Ucapnya.

Disini patokannya hanya dua kalau penyelesaiannya melalui Pemerintah Daerah karena itu kewajiban, akan tetapi kalau bisanya selesai melalui DPR karena itu kepentingan. Ungkapnya.

Sangat disayangkan dan hingga berita ini diunggah, Tatib Heru Cahyono yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, ketika di konfirmasi oleh awak media ini tentang kondisi melalui sambungan seluler WhatsApp pada Senin 14 April 2025 pukul 14:02 Wib. tidak diangkat (Lmn/Tut)

Editorial: Solikin Korwil Jatim

Pos terkait