Jakarta, Tribun.Tipikor
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, meyakini bahwa pengungkapan kasus dugaan korupsi minyak mentah Pertamina yang tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo Subianto. Nasir menegaskan bahwa dukungan yang diberikan oleh Presiden bukanlah bentuk intervensi, melainkan sebagai bentuk dukungan moral agar Kejagung dapat mengusut tuntas permasalahan tersebut.
“Bukan mengintervensi, tapi memberi dukungan moral agar Kejagung jangan takut, jangan gentar untuk mengusut orang-orang di balik layar yang menikmati keuntungan itu. Harus dibersihkan agar minyak tidak kotor lagi,” ujar Nasir dalam keterangannya, Jumat (14/3/2025).
Nasir percaya bahwa pengungkapan kasus korupsi besar ini bisa menjadi momentum bagi Presiden Prabowo untuk membersihkan Pertamina Patraniaga dari praktek mafia dan orang-orang tidak kompeten yang mungkin terlibat. Menurutnya, sejumlah pihak yang terlibat dalam kasus ini mungkin hanya bertindak sebagai “wayang” yang digerakkan oleh dalang-dalang yang berada di belakang layar.
“Jika tidak dibersihkan, minyak kotor ini akan menggenangi Pertamina dan anak usahanya,” tegas Nasir.
Ia juga mengingatkan bahwa meskipun Presiden Prabowo tengah fokus pada sejumlah isu besar lainnya, seperti industri sawit dan timah, ia tidak boleh gentar dalam menangani masalah di tubuh Pertamina. “Jadi tidak ada kata takut untuk Presiden membersihkan Pertamina dari orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dengan cara yang tidak benar,” kata Nasir.
Nasir juga menilai bahwa meskipun kasus ini berpotensi memengaruhi perekonomian nasional, dampaknya tidak akan terlalu besar selama segera diselesaikan. Namun, ia mencatat adanya pembiaran dan dugaan kongkalikong yang terjadi di tubuh Pertamina, yang didorong oleh lemahnya pengawasan internal.
Nasir memberikan apresiasi terhadap langkah Kejagung yang telah mengungkap kasus dugaan korupsi ini. Namun, ia juga mengingatkan bahwa masih ada kemungkinan mafia terorganisir, baik di dalam maupun luar negeri, yang terlibat di balik layar. Ia berharap Kejagung dapat menyasar lebih dari sekadar para pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Harapan kita, penyidik Kejagung bisa menyasar ke aktor-aktor yang sebenarnya. Walaupun mereka menjabat sebagai direktur, mereka sebenarnya digerakkan oleh pihak lain. Ini bagian dari perdagangan gelap. Jika hanya tujuh orang yang dijadikan tersangka, aktor intelektual lainnya akan terus bermain. Dengan demikian, mata rantai ini hanya akan terputus sebentar,” ujar Nasir.
Nasir menegaskan bahwa jika hanya pelaku yang tampak yang dihukum, masalah ini akan terus berulang. Oleh karena itu, ia meminta agar aktor utama yang bertanggung jawab juga diberantas. “Nama RC ini kan sudah lama. Bahkan, pernah dicarilah, menjadi buronlah. Tapi kasusnya kemudian mengambang,” pungkas Nasir.