Agung: Saya punya ungkapan begini, “Janji politik adalah sebuah “dokumen” yang seringkali mengalami begitu banyak lampiran sehingga berakhir tidak diketahui”. Dus, saya mengingat semua kebodohan selama kampanye, penghitungan suara hingga disebutkan juaranya: Wahono – Nurul.
Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com
Kancah Perhelatan Pilkada serentak wilayah kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, kemenangan Wahono – Nurul bukanlah sebuah kehormatan demokrasi untuk rakyat Bojonegoro. Memang tidak ada perkelahian. Tetapi itu insiden proses pemilihan kepemimpinan yang serius. ‘Proses yang tidak membebaskan kita mendapatkan pilihan munculnya banyak kandidat berkontestasi.
Itu bukan kemenangan mereka yang sangat penting, karena demokrasi rakyat disingkirkan. Patut tidak perlu mengucapkan selamat kepada mereka berdua.
Saya berpikir, ini adalah hari-hari dengan situasi yang bisa dibilang berbahaya. Oleh oligarki, pilkada Bojonegoro merupakan bagian dari skenario penumpasan hak kepenuhan demokrasi sejati.
Kita boleh saja serta-merta melanjutkan hidup dan menjauh dari hasil pilkada, atau membuat lelucon mengorbankan pihak yang lungkrah dan kalah dengan memperpanjang orgasme kemenangan, menyanjung diri sendiri sembari melupakan pemilu yang culas.
Ini adalah hari-hari hangover politik. Pemimpin baru yang terpilih pasti tidak bakal berani berkata jujur bahwa semua janji tidak bisa ditepati. Janji kampanye yang dirangkai dengan optimisme seperti “gratis ini atau gratis itu” hanyalah kebebalan yang siap tumpah ruah di meja bupati dan wakil bupati.
Selebrasi kemenangan mereka hanyalah sejenis kecemasan bahwa kemesraan tak bisa diawetkan. 14 partai pengusung mereka dengan kelamin “dagang sapi” berbeda adalah tali-temali konflik yang siap mencekik ketahanan kekuasaan. (*King)
Editorial: Korwil Jatim
Bincang – Agung DePe
Sumber: suluhmedia.com