Diskusi Publik “Bojonegoro Klunting” Pakar Berpendapat Hak Rakyat Bojonegoro Mendapatkan UBI

Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com

Diskusi Publik yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu oleh para pakar Indonesia dari berbagi latar belakang melalui zoom online tentang program unggulan Paslon Cabup – Cawabup nomor urut 01, Dr. Ir. Teguh Haryono, MBA, dan Hj. Farida Hidayati, S.H., M.Kn., tentang Bojonegoro Klunting mendapat sambutan positif dari peserta diskusi,

Aloysius Gunadi Brata, Pakar Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta menyampaikan. Universal Basic Income (UBI) kalau di Bojonegoro disebut sebagai program Bojonegoro Klunting ini adalah untuk mengatasi persoalan kemiskinan, sementara dari segi kebijakan, UBI bukanlah hal baru, dulu untuk mengatasi kriminalitas dan kemiskinan, UBI itu sebuah kebijakan yang distributif dan berlaku untuk semu.

“Semua mempunyai kesempatan yang sama, menjadi pondasi dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat dalam jangka panjang. Pendapatan Bojonegoro yang besar tentu sangat bagus jika diterapkan.” Paparnya.

Tidak banyak daerah yang punya kesempatan seperti Bojonegoro. Kalau menurut saya tidak harus dari dana bagi hasil Migas, namun bisa juga dengan dana abadi yang dikembangkan yangmana hasilnya ini untuk program tersebut dan akan lebih menjamin keberlangsungan dari sebuah program, ujarnya.

Dalam hal ini, yang perlu digaris bawahi, UBI itu universal dan sangat berarti bagi masyarakat yang penghasilannya rendah, ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan untuk kebutuhan yang urgen bagi mereka termasuk pendidikan, sehingga kedepan kualitas manusianya menjadi lebih tinggi. Ungkapnya.

Bhima Yudhistira Pakar Ekonomi Direktur Eksekutif CELIOS (Centre Of Economic And Law Studies) menyampaikan bahwa dana APBD Bojonegoro yang besar itu perlu dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat dan di rasakan langsung tanpa prosedur yang rumit.

Program Bojonegoro Klunting ini secara prinsip memastikan bahwa prosedur birokrasi tidak menjadi beban administrasi sehingga langsung dirasakan masyarakat, ini berbeda dengan bantuan yang sifatnya kondisional yang mengharuskan melalui syarat tertentu seperti harus miskin dan lain-lain. Ucap Bhima Yudhistira.

Bahwa ada ruang fiskal, ada dana yang langsung dirasakan masyarakat dan dana itu dibelanjakan untuk apa, itu sepenuhnya tergantung masyarakat yang menerima, dana dari Bojonegoro Klunting ini. Tandasnya.

Jadi adatrus (kepercayaan) dalam Program Bojonegoro Klunting ini, berbeda dengan bantuan yang diberikan pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang selama ini ada. Ungkapnya.

Sementara itu, Bambang Harymurti, Pakar Komunikasi dan Wartawan Senior juga memberikan pemaparan secara lugas tentang Bojonegoro Klunting, dimana UBI atau Program Bojonegoro Klunting ini sudah diterapkan di banyak negara.

“Setahu saya di beberapa negara sudah di terapkan, mungkin kalau model Bojonegoro adalah seperti negara bagian Alaska, sebagian penduduknya mendapat bagian dana dari Migas padahal Alaska adalah negara paling kapitalis,” ujarnya.

“Sejarah Universal Basic Income (UBI) lahir dari Universitas Ekonomi off Chicago USA yang notabene aliran kanan,” tambahnya.

“Tentunya, dengan program Bojonegoro Klunting, pemerintah tidak perlu mengatur Upah Minimum, satu hal yang perlu kita pikirkan, bahwa UBI ini bukan dari aliran kiri maupun aliran kanan, kedua belah pihak ini akan meningkatkan peradaban.” Ungkapnya.

Saya sangat senang sekali dengan wacana UBI ini karena kita mulai serius program ini, namun harus juga dipikirkan orang yang berpendidikan rendah untuk mendapat akses pada sektor lapangan kerja, sehingga sesuai fashion mereka disamping itu, ia mendapatkan yang lebih dari UBI, ini sangat penting untuk sustainable. Bayangkan itu akan membuat lompatan kesejahteraan yang signifikan dan luar biasa, tambahnya.

UBI atau Bojonegoro Klunting ini kalau sudah jalan, maka penerima akan sebisa mungkin meningkatkan skill di tempat yang sesuai fashion mereka, maka ia bisa membayar pajak lebih tinggi dari UBI yang ia terima, dan UBI menjadi investasi penting untuk sustainable. Pungkasnya. (Kin)

Editorial: Korwil Jatim

Pos terkait