Kubu Raya, Kalimantan Barat – tribuntipikor.com
Kasus dugaan korupsi dana desa yang melibatkan Kepala Desa Sungai Belidak, Juliansyah, di Kecamatan Sungai Kakap, Kubu Raya, terus mendapat perhatian serius dari masyarakat. Meskipun kasus ini telah dilaporkan ke kepolisian, penanganannya dinilai lamban dan belum menunjukkan perkembangan berarti. Hal ini memicu kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat, yang sebelumnya telah melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk tuntutan terhadap penegakan hukum yang adil.
Tokoh masyarakat setempat, H. Efendi Usman, menyampaikan kritik tajam terhadap aparat penegak hukum (APH) Polres Kubu Raya yang dianggap lamban dalam menangani kasus tersebut. Ia mendesak pihak kepolisian untuk segera mengambil langkah tegas, termasuk menangkap Kepala Desa Juliansyah yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana desa sebesar Rp 240 juta.
“Kasus ini sudah dilaporkan sejak lama, namun hingga kini, kepala desa tersebut masih terlihat tenang, seolah-olah kebal hukum,” ujar H. Efendi dalam pernyataannya. “Saya juga mendengar bahwa kepala desa tersebut yakin kasus ini tidak akan diproses lebih lanjut. Jika uang yang disalahgunakan dikembalikan, kasus ini dianggap selesai. Jika seperti ini, hukum menjadi tidak adil. Bagaimana hukum bisa dijalankan dengan benar jika penyalahgunaan dana hanya diakhiri dengan pengembalian uang?”
Lebih lanjut, H. Efendi menyoroti masalah pengadaan barang yang diduga fiktif, seperti pengadaan jeruk dan pupuk yang seharusnya disertai tanda tangan pihak terkait, namun hingga saat ini belum ada bukti otentik terkait hal tersebut.
Sebagai mantan Kepala Desa Sungai Belidak periode 2001-2004, H. Efendi juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja Inspektorat Daerah Kubu Raya. Menurutnya, inspektorat seolah tidak berperan dalam pengawasan selama bertahun-tahun, meskipun kasus ini sudah berlangsung cukup lama.
“Kami akan melakukan aksi demo besar-besaran! Inspektorat tampaknya membiarkan kasus ini. Sejak zaman saya menjadi kepala desa, dari tahun 2001 sampai 2004, inspektorat tidak pernah turun ke desa. Sekarang pun mereka hanya diam,” ujar H. Efendi dengan nada geram.
Ia juga mempertanyakan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam kasus ini, mengingat dugaan adanya permainan antara BPD dan kepala desa dalam pengelolaan anggaran desa. Efendi menuduh BPD terlibat dalam pengalokasian anggaran yang tidak proporsional.
“Saya tanya BPD, kenapa rakyat hanya diberi pekerjaan senilai Rp 7,5 juta, sementara proyek senilai Rp 40 juta dialokasikan? Jawaban BPD adalah, ‘Kamu mau pekerjaan ini, kamu mau.’ Ini jelas ada permainan antara BPD dan kepala desa,” kata H. Efendi.
Ia juga menyinggung soal anggaran operasional BPD yang tidak jelas penggunaannya. “Dulu, ketika saya menjabat, anggaran sebesar 30% digunakan untuk operasional BPD. Tapi sekarang, ke mana anggaran itu? Apakah pernah diaudit? Ini harus diperiksa, karena saat ini BPD terkesan licik,” lanjutnya.
Masyarakat berharap aksi ini dapat memancing perhatian lebih dari pihak berwenang, khususnya inspektorat, agar segera melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan anggaran desa dan memeriksa keterlibatan BPD dalam dugaan korupsi tersebut. Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak inspektorat maupun BPD terkait tuduhan ini.
“Saya juga telah bertanya kepada pihak-pihak terkait, termasuk RT dan tokoh masyarakat, apakah mereka pernah menandatangani dokumen pengadaan jeruk dan pupuk. Namun, mereka semua menyatakan tidak pernah menandatangani apa pun terkait pengadaan itu,” tambahnya.
Masyarakat Desa Sungai Belidak kini berharap agar kasus ini segera mendapat kejelasan hukum, dan Kepala Desa Juliansyah dapat dimintai pertanggungjawaban atas dugaan penyalahgunaan dana desa. Hingga berita ini diturunkan, Polres Kubu Raya belum memberikan pernyataan resmi terkait perkembangan penyelidikan kasus tersebut. Mansur