Kota Bandung, tribuntipikor.com
Kita ketahui bahwa penyebab emisi gas rumah kaca atau adanya suhu dan panas meningkat dibumi ini adalah diantaranya kurang baiknya dlm penanganan pengelolaan dan pemanfaatan sampah organik yang dihasilkan makhluk hidup dibumi ini, terutama dikawasan berpenghuni sedang dan padat penduduknya, bahkan ada yg tdk diolah kelola sama sekali.
Sampah tsb dibuang begitu saja dilahan terbuka, selokan, sungai, lembah, atau dicampuradukan disatukan dgn plastik dan an organik lainnya, bahkan ada yg dibakar, dibuang ke TPS TPA langsung atau ditimbun secara tdk profesional begitu saja sehingga mendatangkan berbagaimacam dampak pencemaran dan musibah.
Adik adik mahasiswa akan meyakinkan bahwa sampah yang dibuang keluar rumah adalah sama dengan memindahkan masalah dari rumah ke luar rumah, di rumah bersih tapi diluar menjadi masalah baru.
Dan bukan karena kita bayar atau uang punya kuasa, tapi diharapkan tanggungjawab bersamanya terhadap sampah yang setiap hari kita hasilkan, kita produksi dan kita buang menjadi masalah untuk orang lain secara tidak sadar,” jelas Mochamad Yayan di Jalan Sadang Serang Bandung, Jumat, (07/04).
Lanjut Mochamad Yayan mengatakan, untuk itu saya bersama adik-adik Mahasiswa Tekhnik Geodesi ITB, Psikologi UPI, Tekhnik Lingkungan UNPAS, Tekhnik Sipil UNPAR, Fak. Keperawatan profesi Ners Bhakti Kencana dan Ikatan Mahasiswa Tekhnik Lingkungan Indonesia ( IMTLI ), melakukan pengabdian dimasyarakat dengan pengenalan, pemahaman berbagai macam jenis sampah, agar menjadi jelas tanggungjawab masyarakat terhadap produksi sampah yang dihasilkan dan dibuang ke luar rumah, dan diangkut dikumpul mamang para petugas sampah ke TPS,” terangnya.
Selanjutnya Mochamad Yayan mengatakan bahwa mereka akan meyakinkan kepatuhan sebagai kepedulian dan partisipasi memilah pilah sampah dirumah, sebagai salah satu wujud rasa memiliki thd program masiv, terpadu, komprehensif yakni Kang Pisman ( Kurangi Pisahkan dan Manfaatkan ) sebagai solusi dari permasalahan sampah di Bandung yang semakin mengkristal, menghantui menjadi bom waktu yang akan meledak menjadi musibah Bandung Lautan Sampah ( KLB ), yang diawali tidak terangkutnya sampah ke TPA, terjadinya penumpukan di TPS TPS di Kota Bandung dan pastinya akan meluber keluar TPS menutupi jalan dan selokan berdampak banjir, bau, dsbnya, sehingga warga resah dan menyalahkan pemerintah kota Bandung dalam hal ini kedinasan ( DLH ).
Mamang penarik sampah akan hilang ditelan bumi tidak mengangkut, atau kelihatan batang hidungnya dan sedikitpun tidak merasa bertanggungtjawab, pencari rongsok di TPS pun hilang bersama penyelia/kobercam entah dimana mungkin krn takut mnjadi kambing hitam, pimpinan lokal dan warga yang marah mulai berani provakasi membakar, membuang ketempat kosong, menimbun/mengubur sampahnya.
Dijalan jalan protokol akan ada pemandangan TPS TPS liar, dan TPS TPS baru., sungguh sesuatu yang tidak diinginkan oleh kita dan adik-adik mahasiswa. ” tambahnya.
“Untuk itu bukan saya yang bisa merubah, atau dinas, atau pemerintah atau adik-adik mahasiswa atau bandar rongsok, atau mamang petugas pengangkut sampah tapi adaptasi dan kebiasaan masyarakatlah yang harus berubah, bertanggungjawab, berpartisipasi dari “kumpul – angkut – buang” Menjadi “kumpul – pilah – olahkelola dan 3R – benefit”, tutur jelasnya.
Sosialisasi kampanye program persampahan beserta mitigasi dan adaptasi harus tetap masiv di masyarakat, masyarakat hrs mau tulus ikhlas menjadi kader/ manpower swakelola sampah, kelurahan dan kecamatan hrs turun langsung dan komitmen memberikan ruang gerak kepada pendamping atau petugas DLH utk melakukan
edukasi door to door ke kewilayahan jangan hanya program buruan sae saja yg ada dihati para ekbang, LKK, RW dan RT, tapi program pengurangan sampah juga penting dan harus tetap ditingkatkan partisipasinya. Seperti diselenggarakannya pelatihan dan praktek pemanfaatan sampah hingga hilir terpadu, ungkapnya.
“Saya merasa bangga dimana adik-adik Mahasiswa pun mengaplikasikan penanganan sampah mulai dari rumah dgn dipilah dikumpul ditarik sampah organik basahnya ke tempat pusat pengelolaan dan diolah melalui tekhnik pengomposan ramah anak, ramah keluarga dan ramah lingkungan, juga ada sebagian yang langsung menjadi pakan hewan pemeliharaan warga, sebagaimana yang dilakukan mahasiswa tekhnik Geodesi ITB baru-baru ini didampingi PHL PKBS DLH Kota Bandung, yaitu saya sendiri,” keterangan Mochamad Yayan.
“Saya sebagai praktisi pembimbing dilapangan, dimana diharapkan dari program ini adalah warga tidak membuang sampah makanannya bercampur antara organik bercampur dengan an-organik atau dibuang langsung ke luar rumah, juga warga pemilik hewan ternak sudah tidak lagi membuang kohenya dimana saja atau memakai langsung berbagai macam kohe ke lahan kosong atau diatas tanah, apalagi diperkotaan seperti Bandung yang padat bangunan dan penduduk, sampah sampah tsb diharapkan harus diolah dulu menjadi kompos ( didinginkan dulu sebelum menjadi media tanam ) atau minimal disimpan diember pemilah organik DLH, atau bisa difermentasi pake loseda, wasima, otg dll, biar gas metana dan air lindihnya keluar dgn aman atau sod bisa ditambah materi lainnya utk mnjadi kompos berkualitas yakni sampah Organik basah terkumpul ditambah sapuan daun kering dan hijauan gulma/ tanaman liar ( dedaunan ), sampah serbuk gergaji dan kohe dengan cairan aktivator bakteri pengurai organik dari mol, eco enzyme, biodis, em-4 dll atau penjelasan lengkapnya adalah pengomposan openwindrow/ lapis. Diantaranya ada lapisan paling bawah serbuk gergaji, lapisan ke-2 dari bawah keatas adalah dedaunan, kemudian diatasnya lagi adalah kotoran sapi dan sampah organik basah ( pengurangan sampah ke tps ), kemudian diemprat/ disiram merata memakai campuran air biasa dgn mol ( cairan aktivator/ pengurai yg terbuat dari sod juga tekhnik an aerasi ) kemudian lapisan terakhir kita taburkan serbuk gergaji dan disiram lagi memakai mol. Kemudian terakhir ditutup plastik atsu sejenisnya, utk diruangan tdk usah ditutup krn kompos hrs wajib ada oksigen/ udara/ angin utk prosesnya juga selalu dibolak balik sebelum panen dihari ke -40.. Pungkasnya
Red.