Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com
Adanya rencana Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam rangka untuk membangun Ruang Terbuka Hijau di lokasi Pasar Kota, “ternyata tidak semuanya ditolak oleh warga pedagang pasar kota”. Selasa 18/01/2022 pukul 14:19 WIB.
Dari sebuah aksi unjuk rasa di Pendopo Malowopati yang dilakukan kurang lebih 300 orang pedagang pasar kota, karena menolak direlokasi, ternyata bukan seluruhnya dari pedagang asli pasar kota.
Disitu ada warga sekitar pasar yang juga ikut aksi tersebut, karena khawatir jika wilayahnya sepi jika tidak ada pasar lagi.
Disisi lain, warga yang mewanti-wanti tidak mau disebutkan namanya mengaku, bahwa jika aksi unjuk rasa juga dilakukan oleh warga yang memiliki usaha di sekitar pasar.
“Saat beli barang di sekitar pasar, pegawainya cerita sendiri,” imbuhnya.
Dia mengatakan, jika perpindahan pasar sekarang ini juga ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan orang-orang tertentu. Tujuannya tidak lebih untuk menarik perhatian dan simpati.
“Padahal sudah jelas, jika relokasi dan perpindahan pasar bakal terjadi,” ujar narasumber tersebut.
Selama mengikuti perkembangan dan pemberitaan media, dia melihat selalu mengarah pada menyudutkan Pemkab Bojonegoro. Padahal, keberadaan pasar wisata di Desa Banjarjo juga akan memberikan peluang usaha baru bagi warga sekitar.
“Warga disana juga menunggu pasar wisata tersebut,” tukasnya.
Bahkan para pedagang yang ngotot mempunyai hak kepemilikan kios ataupun bedak, juga belum bisa terbukti sah secara hukum.
Salah satunya, pedagang di Pasar Kota yang hanya memegang surat balik nama kios dan Surat Izin Pemakaian Usaha dari Pemkab Bojonegoro saja.
Pedagang yang juga enggan menyebutkan identitasnya ini mengaku jika dia mengawali berdagang di pasar kota Bojonegoro pada tahun 2013.
Dia membeli kios tersebut dari Mr X (tidak menyebutkan namanya) sebesar Rp12.000.000 dan mendapatkan surat balik nama kepemilikan kios saja.
Menurutnya, setelah membeli kios tersebut, dia mendapatkan dokumen dari PD Pasar berupa Surat Izin Pemakaian Usaha, dengan kesepakatan pembayaran sewa 2 tahun sekali.
Namun hal itu, dia hanya membayar sekali saja. Setelah itu tidak ada pembayaran lagi karena ada ajakan dari paguyuban pasar untuk menuntut surat hak kepemilikan, bukan surat izin pemakaian usaha dengan sistem sewa.
“Sewanya berapa saya lupa,” imbuhnya.
Selain itu, dia juga tidak pernah membayar retribusi dari Pemkab Bojonegoro yang saat itu dikelola oleh PD Pasar dengan alasan adanya kasus PD Pasar yang tidak menyetorkan pendapatan kepada Pemkab Bojonegoro.
Diapun berdalih jika kios tersebut menjadi hak miliknya, karena telah membeli dari tangan pertama.
Meski belum pernah mendatangi lokasi Pasar Wisata, namun dia mendapat kiriman foto dan video serta ucapan jika pasar Wisata tidak layak bagi pedagang.
“Dari paguyuban dikasih foto dan video, ya bilangnya tidak layak karena kecil. Tapi, saya belum kesana langsung,” pungkasnya. *(Kin).
Editorial: Solikin.gy