Bojonegora, tribuntipikor.com
Dalam persidangan keenam kalinya yang digelar oleh Pengadilan Negeri Bojonegoro di ruang sidang kartika, Selasa (21/12/2021) pagi kemarin. Kali ini dua saksi ahli dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro menyebut tidak ada patah tulang baru dalam pemeriksaan pasien Anik Susilowati, korban perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melibatkan terdakwa Muhamad Rozi, anggota komisi C, DPRD Bojonegoro, Jawa Timur. Rabu 22/12/2021 pukul 12:09 Wib.
Hal tersebut dilakukan Jaksa Penuntut umum (JPU) Dekry Wahyudi dalam menghadirkan dua orang ahli dari RSUD Sosodoro Djatikoesoemo, yakni, dr. Finna Yustita Sari dan dr. Imam Bakhtudin Sp.OT.
Dr. Finna menyatakan, pasien Anik datang pagi hari ke RSUD. Ketika memeriksa pasien, ia mengalami keraguan-raguan dalam menentukan hasil diagnosa, apakah retak tulang yang diperiksa merupakan patah tulang baru atau lama. Keraguan itu dikonsultasikan kepada dr. Imam yang spesialisasinya di ortopedi.
“Diputuskan kemudian kepada pasien agar menjalani rawat inap dengan tujuan obervasi lebih lanjut,” kata dr. Finna.
Tujuan keputusan rawat inap yang disampaikan dr. Finna kemudian digali lebih dalam oleh Majelis Hakim lantaran terjadi dua pendapat bertentangan. Satu dari dokter pro justitia atas permintaan penyidik memutuskan tidak perlu rawat inap, sedang pihak dokter dari RSUD memutuskan sebaliknya.
“Masalahnya, tentang akibat luka yang menyebabkan menghalangi kegiatan sehari-hari undang-undang pidananya berbeda. Pasalnya pun berbeda. Itulah kenapa saudara kami panggil, karena kami hati-hati dalam menentukan nasib terdakwa, dan dalam menentukan hak-hak korban,” ujar Hakim Ketua Zainal Ahmad kepada saksi ahli.
Kesaksian saksi ahli dr. Imam Bakhtudin mengaku, tidak berada di RSUD Sosodoro pada saat dr. Finna berkonsultasi. Namun ia mengatakan lupa saat itu sedang berada dimana. Sehingga, ia baru melakukan visite untuk memeriksa pasien Anik pada keesokan harinya.
“Dari hasil radiologi, ada rontgen, memang tidak ditemukan adanya patah tulang yang baru,” ucap dr. Imam.
Pada waktu pemeriksaan visit, dr. Imam menjelaskan, diketahui ada diagnosa objektif dan subjektif. Dignosa objektif dilihat dari kondisi pasien saat diperiksa. Sedangkan diagnosa subjektif diketahui dari keluhan pasien.
Hakim Ketua Zainal, kemudian menanyakan apakah dokter bisa mengetahui diagnosa subjektif seperti keluhan sakit dari pasien betul ataukah tidak, dr. Imam menjawab tidak bisa mendeteksi hal itu.
“Kita kembalikan kepada kejujuran pasien,” imbuh dr. Imam.
Hasil pemeriksaan terhadap pasien disimpulkan bahwa pasien diperbolehkan pulang. Karena setelah diperiksa, pasien dalam kondisi normal. Hanya saja, dr. Imam mengaku lupa berapa lama pasien menjalani rawat inap. Tetapi Hakim Ketua Zainal Ahmad kemudian membacakan berkas acara pemeriksaan (BAP).
“Ini saya bacakan ya, tanggal masuk (RSUD) tanggal 21 September 2020 pukul 09.15 WIB, tanggal keluar 22/09/ 2020 pukul 14.40 WIB. Ini setelah masuk, besoknya setelah Bapak visite, pasien boleh keluar (pulang dari RSUD),” sambung Hakim Zainal.
Sementara terdakwa Muhamad Rozi saat diberi kesempatan bertanya kepada dr. Imam, ia menanyakan apakah pulangnya pasien karena permintaan pasien atau keputusan dokter. Hal ini, sekaligus mendapat keterangan, bahwa tangan kanan pasien Anik dalam keadaan normal. Dan juga penegasan, bahwa patah tulang pada tangan kiri pasien bukan luka baru, melainkan patah tulang lama.
“Pulangnya pasien atas keputusan saya. Ada surat tertulisnya,” tegas dr.Imam. (Kin).
Editorial: Solikin.gy