Realita Kemiskinan Ektrem, Disaat Pendapatan Pejabat Daerah Yang Fantastis Ekstrem.

BOJONEGORO, tribuntipikor.com

Postur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten Bojonegoro mencapai Rp. 6,2 Triliun, tertinggi kedua setelah Kota Surabaya, ternyata masih belum bisa membawa Kabupaten ini keluar dari kemiskinan. Rabu 20/10/2021, Pukul 10:20 Wib.

Bahkan 6,05 % atau 50.200 jiwa tergolong miskin ekstrem. Secara matematis, kemiskinan ekstrem ini justru semakin janggal karena belanja daerah yang begitu besar, namun justru dalam 2 tahun berturut-turut mengalami Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) tertinggi se-Jawa Timur yang Rp. 2,4 Triliun atas APBD 2020. Hal tersebut disampaikan pendiri Gus Ris Foundation, Agus Susanto Rismanto, pada Selasa 19/10/2021.

Menurut pria ini, SiLPA tahun 2019 dan 2020 bukan karena efesiensi pada belanja tidak langsung, tetapi justru pada belanja langsung yang menyentuh kepentingan masyarakat tidak terserap maksimal.

“Memang tidak ada rumus yang final, bahwa dalam penyusunan kebijakan anggaran, menempatkan belanja APBD yang besar secara otomatis akan meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto. Justru policy anggaran yang tepat sasaran, kejujuran akan konsistensi melaksanakan Peraturan Daerah APBD menghasilkan outcome pembangunan maksimal sebagaimana yang telah ditetapkan,” terang Gus Ris.

Lanjut Gus Ris, seringkali ditengah pelaksanaan APBD, kerap terjadi serangkain kebijakan dalam eksekutif maupun di legislatif yang kontra-produktif dan in-konsistensi melaksanakan Perda APBD. Faktor itu mejadi banyak sebab anggaran belanja langsung tidak terserap dan ujung-ujungnya SILPA tinggi. Jika SILPA tinggi tersebut terjadi karena efesiensi pada belanja tidak langsung maka patut di apresiasi, faktanya di pos ini prosentasenya kecil sekali.

Dalam pandangan Gus Ris melihat, belanja infrastruktur jalan dan jembatan yang besar di TA 2020 dan 2021, butuh padat modal dan tehnologi. Terbukti pemenang tender proyek jalan dan jembatan diatas 10 milliar banyak didominasi kontraktor luar. Jika kontraktor luar yang melakukan pekerjaan infrastruktur, secara otomotis akan meminimalkan pekerja/buruh lokal terlibat dalam proyek-proyek infra struktur ini. Karena kontraktor luar sudah membawa peralatan dan tenaga kerjanya sendiri dan hanya sedikit memperkejakan orang-orang lokal.

Logika sederhananya, meningkatkan PDRB Bojonegoro adalah mendekatkan APBD dengan masyarakatnya sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin dekat rakyat Bojonegoro bersinggungan langsung dengan perputaran uang Rp. 6,2 Triliun tersebut, maka akan mendongkrak pendapatan masyarakat Bojonegoro. Tetapi jika yang bersentuhan dengan APBD adalah kapitalisasi para pemodal dari luar Bojonegoro, uang Bojonegoro akan bergerak keluar dari bumi Angling Dharmo. Kapitalisasi pemodal hanya akan menguntungkan segelintir kelompok yang justru sudah kuat secara ekonomi.

Disisi lain, mengharapkan pertumbuhan ekonomi dari efek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, perlu waktu 2 (dua) s/d 3 (tiga) tahun. Pembangunan Infrastruktur akan memberikan efek domino yang perlu waktu, bukan seketika dirasakan dampaknya. Justru stimulus dan keterlibatan masyarakat Bojonegoro secara langsung dalam pelaksanaan dan penggunaan APBD akan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi yang memicu penurunan angka kemiskinan.

Pendapatan Ekstrem
Penyerapan maksimal di belanja tidak langsung di APBD Bojonegoro, artinya tidak akan mengurangi gaji, tunjangan dan fasilitas penyelenggara negara dan pejabat di Bojonegoro. Karena pos belanja ini diperuntukan untuk gaji, tunjangan, biaya operasional /perjalan dinas, mobil pejabat dan fasilitas penunjang lainnya.

Gus Ris menuturkan, untuk membuat ilustrasi bagaimana membandingkan rakyat miskin ekstrem dan pendapatan / gaji ekstrem pejabatnya, maka perlu pemaparan fakta pendapatan /gaji Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah antara tahun 2019 dan 2020 terlebih dahulu.

Saat itu, calon Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah pada Laporan Harta Kekayaan ke KPK (LHKPN) saat mendaftar di Komisi Pemilihan umum Bojonegoro, tela

Pos terkait